Saiful Mahdi Dosen Unsyiah Dipenjara Gara-gara Mengkritik di WA Grup, Ini Kronologinya
Suluhsumatera - Kasus Saiful Mahdi jadi sorotan publik karena dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh ini dipenjara gara-gara mengkritik penerimaan dosen di grup WhatsApp (WA).
Kasus ini ini bermula saat Saiful Mahdi melayangkan mengkritik proses penerimaan CPNS dosen Unsyiah, di group WhatsApp ‘UnsyiahKita’ dan ‘Pusat Riset & Pengembangan’ pada Februari 2019.
“Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Dapat kabar duka matinya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes PNS kemarin. Bukti determinisme teknik itu sangat mudah dikorup? Gong Xi Fat Cai,” tulis Saiful Mahdi seperti yang dilansir Pojoksatu.id.
“Kenapa ada fakultas yang pernah Berjaya kemudian memble? Kenapa ada fakultas baru tapi begitu membanggakan? Karena meritokrasi berlaku sejak rekrutmen. Hanya para medioker atau yang terjerat ‘hutang’ yang takut meritokrasi,” katanya lagi.
Pernyataan ini ditanggapi beragam oleh anggota grup yang merupakan pengajar di Unsyiah.
Gara-gara kritikan tersebut, Saiful Mahdi dilaporkan ke polisi atas dugaan pencemaran nama baik.
Saiful Mahdi dijerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Setelah melalui 18 kali sidang di Pengadilan Negeri Banda Aceh, Saiful Mahdi divonis tiga bulan penjara dan denda Rp 10 juta subsider 1 bulan penjara.
Saiful Mahdi mulai menjalani eksekusi putusan vonis terhadap dirinya pada Kamis (2/9/2021).
Ia dibawa ke penjara oleh tim Kejari Banda Aceh. Ia menjalani hukuman penjara di Lapas Kelas IIA Banda Aceh di Lambaro, Aceh Besar.
YLBHI Minta Jokowi Bebaskan Saiful Mahdi
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) meminta Presiden Joko Widodo memberikan amnesti dan membebaskan Saiful Mahdi.
“Di saat Pak Saiful Mahdi dieksekusi, kami melakukan hal yang sama (mengajuķan amnesti). Jadi, surat datang dari dua, baik dari pak Saiful Mahdi maupun penasihat hukumnya,” ujar Ketua Bidang Advokasi YLBHI, Muhammad Isnur, dalam konferensi pers virtual, Kamis (2/9).
“Semoga pak Presiden dan teman-teman di Istana juga DPR memberikan persetujuan amnesti kepada pak Saiful Mahdi,” sambungnya.
Menurut Isnur, amnesti merupakan suatu hal yang penting agar potensi pembungkaman kebebasan akademik, berekspresi, dan bersuara tidak terjadi lagi ke depannya.
Jokowi, lanjut Isnur, wajib mengabulkan amnesti karena mempunyai sikap senada yang melihat ada permasalahan dalam UU ITE.
“Pak Jokowi menyatakan setuju dengan problematika UU ITE dan dia akan merevisi UU ITE, maka sangat layak bahkan cenderung wajib Pak Presiden mengabulkan amnesti dari pak Saiful Mahdi,” ucap Isnur.
Vonis terhadap Saiful Mahdi mendapat sorotan dari staf ahli Menkominfo bidang hukum, Prof Henri Subiakto.
Guru besar Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini mengatakan, vonis terhadap Saiful Mahdi merupakan salah satu bentuk kekeliruan dan kedzoliman.
“Kalau kritik dari Dr. Syaiful Mahdi ini dinilai oleh para hakim dan penegak hukum sebagai pindana yang layak diadili dan dihukum, maka pengadilan dan Lapas akan penuh orang yang sekarang biasa menyampaikan berbagai pendapat di medsos,” kata Henri Subiakto di akun Twitternya, @henrysubiakto, Jumat (3/9).
“Kekeliruan dan kedzoliman seperti ini harus diluruskan,” tegas Henri.
Henri mengkritik dosen yang melaporkan Syaiful Mahdi ke polisi gara-gara kritiknya di WhatsApp grup.
“Mereka akademisi kampus yang mempidanakan kritikan Dr. Syaiful Mahdi itu tidak layak sebagi insan akademis yang harusnya terbuka, demokratis dan mengembangkan dialog,” katanya.
Menurut Henri, seorang civitas akademika seharusnya mengedepankan dialog, bukan main lapor ke polisi.
“Celakanya UU ITE diterapkan secara salah, sehingga jadi dzolim seperti ini,” tandas Henri Subiakto.
Comments