Ini Alasan Perhimpunan Dokter Patologi Tak Sarankan Rapid Test dan PCR Sebagai Syarat Perjalanan
![]() |
Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jabar memfasilitasi swab test metode PCR bagi Persib Bandung di Graha Persib, Kota Bandung, Jumat (3/7/2020).(Dok. Pemprov Jawa Barat) |
Informasi tersebut salah satunya diunggah oleh akun @anjarisme.
“#BreakingNews: PCR dan Rapid test TIDAK menjadi syarat perjalanan orang, begitu saran dari Perhimpunan Dokter Patologi Klinik. Selengkapnya silakan baca dg seksama.,” tulisnya sembari melampirkan tangkapan layar surat dari Perhimpunan Dokter Patologi Klinik dan Laboratorium Indonesia.
Saat dikonfirmasi, Prof DR. Dr. Aryati MS, Sp. PK (K) selaku Ketua Umum PP PDS PatKLIn mengatakan, surat tersebut sebetulnya adalah tanggapan atas Surat Edaran dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid19, Nomor 9 Tahun 2020, tanggal 26 Juni 2020 tentang Perubahan Atas Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2020 mengenai kriteria dan persyaratan perjalanan orang dalam masa adaptasi kebiasaan baru menuju masyarakat produktif dan aman Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Aryati menyebut, surat tersebut sebetulnya adalah surat yang ditujukan kepada Ketua Gugus Tugas penangan Covid-19, Doni Monardo.#BreakingNews: PCR dan Rapid test TIDAK menjadi syarat perjalanan orang, begitu saran dari Perhimpunan Dokter Patologi Klinik.— IG @ANJARISME (@anjarisme) July 12, 2020
Selengkapnya silakan baca dg seksama. pic.twitter.com/JfLGZJl1NU
“Ini sebetulnya tanggapan surat edaran itu. Tanggapan kami yang ditujukan untuk gugus tugas,” ujar Aryati seperti yang dilansir Kompas.com Mingu (12/7/2020).
Surat tersebut adalah poin tanggapan mengenai keharusan menunjukkan surat keterangan uji tes PCR dengan hasil negatif atau surat keterangan uji Rapid-Test Antibodi Virus SARS-CoV-2 yang mana hasil non reaktif berlaku 14 hari pada saat keberangkatan.
Aryati menyampaikan, tes PCR di Indonesia memiliki variasi waktu, jadi hasil pemeriksaan PCR yang berbeda di setiap lokasi pemeriksaan.
Hasil tes tersebut ada yang 2 hari bahkan 3 minggu atau lebih. Inilah yang kemudian menurutnya harus dipahami masyarakat.
“PCR di Indonesia kan bervariasi. Lab-lab itu kewalahan kalau dikejar-kejar harus cepet,” kata dia.
Padahal menurutnya akses PCR adalah sesuatu yang penting.
“Diambil kapan selesai, kalau selesai lama kasian nggak keluar-keluar hasilnya. Artinya, variasinya luas, kok ini diberlakukan nasional,” tanya dia.
Adanya perbedaan variasi waktu keluarnya hasil ini menurutnya, tidak akan menjamin seseorang tidak terpapar selama periode menunggu hasil tersebut.
Atau misal ketika seseorang dinyatakan positif, padahal sebetulnya ia telah melewati waktu untuk sembuh selama menunggu hasil.
Selain itu, pihaknya juga menyoroti mengenai tidak adanya kejelasan dalam edaran tersebut mengenai manakah patokan waktu dua minggu masa berlaku tes PCR yang digunakan.
Apakah dimulai dari saat sampel diambil atau dari saat hasil keluar.
Comments