Kementan Kembangkan Kalung Eucalyptus Sebagai Anti Virus Corona
JAKARTA
suluhsumatera : Kalung anti virus Corona sedang dikembangkan Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) dan akan diproduksi massal pada bulan Agustus mendatang.
Produk yang berbasis tanaman atsiri (eucalyptus) diklaim mematikan virus Corina dan telah dipatenkan oleh Balitbangtan.
"Ini antivirus hasil Balitbangtan, eucalyptus, pohon kayu putih. Dari 700 jenis, 1 yang bisa mematikan Corona hasil lab kita dan hasil lab ini untuk antivirus dan kita yakin. Bulan depan ini sudah dicetak, diperbanyak," ungkap Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo usai menemui Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta, Jumat (03/07/2020), seperti dilansir detikcom, Senin (06/07/2020).
Syahrul mengungkapkan, pemakaian kalung "antivirus" ini selama 15 menit dapat membunuh 42 persen virus Corona. Sementara, jika pemakaiannya 30 menit maka dapat membunuh 80 persen virus Corona.
Selain kalung tersebut, Kementan juga telah membuat minyak eucalyptus yang dikemas dalam bentuk roll on.
"Ini sudah dicoba. Jadi ini bisa membunuh, kalau kontak 15 menit dia bisa membunuh 42 persen dari Corona. Kalau dia 30 menit maka dia bisa 80 persen. Ini ada roll-nya. Kalau kita kena iris pisau, berdarah, kasih ini bisa tertutup lukanya," terang Syahrul.
Syahrul pun telah menggunakan kalung "antivirus" tersebut dalam aktivitasnya. Hal itu terlihat ketika Syahrul mengunjungi Kantor Kementerian PUPR.
Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner Kementan, Indi Dharmayanti menjelaskan, kalung ini merupakan pengembangan produk yang telah diluncurkan, pada Mei lalu. Produk itu antara lain roll on, inhaler, balsem, dan minyak aroma terapi.
"Jadi begini produk ini salah satu varian dari produk berbasis eucalyptus yang kita luncurkan, pada bulan Mei lalu. Waktu itu varian itu 5, roll on, inhaler, balsem, minyak aroma terapi, sama aroma terapi kalung ini. Namanya kalung aroma terapi sebenernya," jelasnya kepada detikcom, Minggu (05/07/2020).
Dalam perjalanannya, dia bilang, pihaknya telah melakukan berbagai penelitian dengan berbagai komoditas. Tapi, eucalyptus memiliki potensi.
Terlebih, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) menyatakan jika eucalyptus aman, bahkan digunakan sebagai pengawet makanan.
"Jadi memang relatif sangat aman apalagi untuk inhalasi. Nah karena kita targetnya inhalasi karena virusnya ada di pernapasan. Dengan kemampuan dia menghasilkan volatil, gasnya itu kita harapkan membunuh virus di pernapasan, ini runtutannya," terangnya.
Setelah melihat berbagai literatur, pihaknya melakukan berbagai uji di laboratorium terhadap eucalyptus ini. Uji sendiri dilakukan pada Corona model dan virus H5N1.
"Uji lab ini kita gunakan jenis Corona model dan virus influenza H5N1. Kenapa kita nggak menggunakan COVID-19 karena COVID ini kita temukan sulit, kan di sel vero namanya itu sulit nggak stabil kita lihat bahwa beberapa publikasi, literatur zaman SARS dulu itu menggunakan virus Corona model menggantikan hal itu," jelasnya.
Dalam uji tersebut terdapat sejumlah sasaran, salah satunya ulah main protease atau Mpro.
"Kita gunakan gama Corona model karena targetnya sama Mpro kita lakukan konsentrasi toksisitas kemudian setelah tahu dosis yang aman kemudian kita lakukan uji antivirus itu dengan beberapa konsentrasi eucalyptus-nya dan konsentrasi virus itu lakukan itu dan baik, dan dia punya potensi antivirus yang bagus untuk membunuh Corona model yang kita gunakan dan H5N1," jelasnya.
Selanjutnya, ia mengatakan baru ke pengembangan produk di mana salah satunya kalung "antivirus". Dia bilang, awalnya ialah aroma terapi eucalyptus.
"Kemudian orang awam selalu 'Oh ini antivirus'. Padahal adalah secara ilmiah eucalyptus yang berpotensi sebagai antivirus," terang Indi.
Dia menambahkan, kalung ini bukan obat. Sebab, untuk menjadi obat butuh proses yang panjang, seperti uji pra klinis hingga beberapa uji klinis lainnya.
"Nah ini bukan obat, karena memang untuk mengklaim suatu obat itu kann harus melalui prosedur yang sangat panjang, jadi harus uji-uji kita lakukan uji misalnya pra klinis, klinis 1, klinis 2 apalagi untuk Covid seperti itu. Kemudian kita riset ini masih on going masih berlanjut akan kita lakukan uji klinis dengan Rumah Sakit Hasanudin milik Unhas yang di Makassar," tutupnya. (*)
Comments