Pemeriksaan Terkesan Dipaksakan, Penasihat Hukum Sebut YPJ Tidak Bersalah
PEKAN BARU
suluhsumatera : Penasihat Hukum (PH) Sekdaprov Riau non aktif, YPJ menilai, penahanan kliennya yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Riau, pada 22 Desember 2020 lalu, terkesan dipaksakan.
Karena kata dia, saat diperiksa sebagai saksi, langsung dinyatakan sebagai tersangka. Padahal alat buktinya belum lengkap.
Berdasarkan keterangan PH YP, Deni Azani B. Latief, SH didampingi Ilhamdi Taufik, SH, MH dan Alhendri Tanjung, SH, MH mengatakan, berita yang berkembang dan menyebutkan klien mereka YP dengan tuduhan koruptor, tidak memiliki alasan kuat.
Sementara YP sendiri kata dia, selalu kooperatif terhadap pemeriksaan yang dilakukan kejaksaan tinggi.
Katanya, selama penyidik meminta keterangan, YP selalu hadir hingga ia ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.
"Jika klien kami tidak kooperatif, tentu ia akan mangkir memenuhi panggilan Kejati," katanya.
Menurut Denny, berdasarkan UU KUHP, pemeriksaan itu harus ada pemberitahuan secara tertulis dan YP juga berhak didampingi PH.
"Dan, dalam pemeriksaan pihak jaksa juga harus profesional. Jangan menahan tanpa bukti kuat atau berdasarkan suka atau tidak suka. Karena aklien kami memang tidak didukung bukti-bukti kesalahannya," ucap Deni di hadapan para awak media, Kamis (7/1/2021).
Diceritakan, saat ini kondisi klien mereka sehat dan bugar. Hanya saja lanjutnya, upaya penangguhan penahanan yang diminta, sampai saat jumpa pers ini, belum dibalas oleh Kejati Riau, apakah dikabulkan atau tidak.
Menariknya, pihak Kejati justru meneken surat permohonan penangguhan kedua yang mereka ajukan.
"Ini lucu, kami tak menerima surat jawaban dari Kejati, tapi mereka meneken surat pengajuan penahanan kedua. Artinya, Kejati sudah menolak surat permohonan penangguhan penahanan pertama kami," ucapnya.
Denny dan rekan juga menyayangkan penahanan YP yang berakibat terhambatnya birokrasi di Pemerintahan Provinsi Riau.
Sementara katanya, kasus yang diangkat dugaan korupsi pada saat YP menjabat sebagai Kepala Bapedda Kab. Siak (2014-2017).
"Kenapa ini terjadi. Sementara pada saat menjabat Kepala Bappeda Kab. Siak, YP tidak ada melakukan pungutan terkait ATK, makanan, atau SPJ pegawai. Bahkan pada saat itu BPK RI telah mengaudit semua keuangan daerah kabupaten, yang hasilnya Kab. Siak mendapat predikat WTP, sehingga mendapat penghargaan dari pemerintah RI. Kami tidak tahu mengapa ini sampai terjadi. Dan ini juga akan kami pertanyakan kepada pihak Kejati. Ini makanan sehari-hari, bukan untuk memperkaya diri sendiri," timpal Alhendri.
Dia menyebut, kesalahan masa lalu berakibat kepada kondisi sekarang. Dari segi hukum tuturnya, penahanan itu hak penyidik (objektif dan subjektif).
"Kita selaku masyarakat juga punya hak untuk ingkar dan minta dilakukan peninjauan. Ingat, seseorang bisa disebut koruptor kalau sudah ada putusan pengadilan," tegasnya.
Untuk itu, Denny mengharapkan kepada masyarakat untuk tidak ikut memvonis YP, apa lagi ikut menyebarkan opini, bahwa YP adalah koruptor dan pantas ditahan Kejati.
"Kepada rekan- rekan media, saya juga minta bantuan untuk menyebarkan, bahwa YP tidak melakukan apa yang dituduhkan. Apa lagi penahanan YP kami anggap belum memenuhi ketentuan hukum," timpalnya.
"Kami akan berupaya semaksimal mungkin untuk membebaskan YP. Untuk itu kami harapkan rekan-rekan wartawan hadir pada saat persidangan nanti," pungkasnya.
Sementara Asisten Pidana Khusus (Aspidus) Kejati Riau, Hilman Azazi kepada wartawan mengungkapkan, alasan pihaknya langsung menahan Sekretaris Daerah Provinsi YP, Selasa (22/12/2020) lalu, mengingat yang bersangkutan sempat mangkir dan mulai mempengaruhi saksi lainnya.
Sebelum ditahan katanya, YP masih berstatus sebagai saksi. Kemudian, setelah rapat penyidik, diputuskan YP sebagai tersangka.
"Makanya langsung kita tahan," ungkap Hilman.
Penahanan juga, kata Hilman, dilakukan karena ditakutkan YP menghilangkan barang bukti. (wan)
Comments