Menkumham Yasonna Laoly Dituntut Mundur Usai Tragedi Maut Kebakaran Lapas Tangerang
Suluhsumatera - Pengamat Sosial Politik dan Kebangsaan Ariady Ahmad mendesak Menkumham, Yasonna Laoly memundurkan diri dari jabatannya.
Tak hanya, Yasonna anak buahnya juga dalam hal ini, Direktorat Jenderal Lapas da KA Lapas untuk memundurkan diri.
Hal tersebut merupakan tanggung jawab paling realistis atas insiden terbakarnya Lapas I Tangerang yang menewaskan 43 orang narapidana.
“Menkumham, Dirjen Lapas dan KA Lapasnya harus mundur sebagai bentuk tanggungjawab atas tragedi ini,” kata Ariadi kepada wartawan dalam keterangannya seperti yang dilansir Pojoksatu.id, Kamis (9/9/2021).
“Mengundurkan diri adalah bentuk tanggungjawab paling realistis mengingat tragedi ini sangat memilukan dan menyayat hati publik,” lanjutnya.
Menurut Ariadi, tidak cukup hanya mengucapkan minta maaf atas tragedi kemanusiaan ini, karena mutlak kesalahan pemerintah.
“Tidak cukup dengan permintaan maaf dan alasan overcapacity. Ini jelas negara dalam hal ini pemerintah lalai akan hak-hak perlindungan dan keamanan yang layak bagi warganya,” tuturnya.
Ia juga menyebutkan, kejadian kebakaran Lapas I Tangerang adalah tragedi kemanusiaan yang sangat memilukan bangsa.
“Ini tragedi kemanusiaan sangat memilukan. Puluhan nyawa orang dalam lingkup pengawasan negara, nyawanya melayang sia-sia,” tuturnya.
Tragedi ini, sambung Ariadi, tidak bisa atau tidak cukup hanya dikatakan sebagai suatu musibah.
“Ini tentu ada keteledoran, pengabaian dan sistem yang tidak bekerja dengan baik. Ini tragedi yang sangat serius,” tandasnya.
Sebelumnya, Menkumham Yasonna Laoly mengatakan persoalan over kapasitas di Lapas Kelas I Tangerang perlu ada penambahan petugas dan anggaran.
Hal ini menanggapi kelebihan kapasitas lapas yang mengalami kebakaran hingga menewaskan 43, narapidana pada Kamis, (8/9).
Jumlah petugas di Lapas Kelas I Tangerang sekitar 182 orang.
Sementara jumlah narapidana mencapai 2.072 orang dengan kapasitas lapas sejatinya hanya untuk 600 orang.
Yasonna mengakui lapas tersebut over kapasitas hingga 400 persen.
“Jadi kalau over kapasitas harus menambah personel, tapi kan ini menyangkut anggaran. Itu kenapa saya mengatakan, hulunya yang harus dikoreksi, apa itu? Narkotika,” kata Yasonna, Rabu (8/9).
Ia mengungkapkan bahwa mayoritas penghuni lapas Indonesia adalah narapidana kasus narkotika.
Menurutnya, hal tersebut menjadi salah satu faktor yang membuat seluruh lapas di Indonesia over kapasitas dalam menampung warga binaan.
Oleh sebab itu, Yasonna kembali menyoroti implementasi UU tentang Narkotika dan Psikotropika di Indonesia.
Ia menilai, pengguna narkotika seharusnya ditampung di tempat rehabilitasi alih-alih lapas.
“Biang kerok di lapas kami adalah over kapasitas, karena warga binaan narapidana narkotika. Selalu saya katakan sangat aneh sekali satu jenis crime yaitu kejahatan narkotika mendominasi lebih dari 50 persen isi lapas,” tuturnya.
Comments