SAP Sebagai Instrumen Inisiasi Pemda Labusel terhadap Pendayagunaan Pemuda dalam Menghadapi Mobilisasi Tenaga Kerja pada Industri Kelapa Sawit
Oleh : Diani Nursyah Putri
MENJADI kaya adalah impian semua manusia, baik kaya harta, kaya ilmu, kaya prestasi, dan kekayaan lainnya. Bahkan bukan hanya manusia, menjadi kaya juga impian suatu negara.
Mantan Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew pernah berkata, kekayaan suatu negara dibagi mejadi dua yaitu Kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) dan Kekayaan Sumber Daya Manusia (SDM).
Kekayaan Labuhanbatu Selatan (Labusel) yang pertama akan kita bahas adalah Sumber Daya Alam (SDA), dimana potensi SDA Kab. Labusel sangat besar.
Hal ini dapat dilihat dari luas Kab. Labusel 3.116 Km persegi, yang jauh lebih luas dibanding Singapura yang hanya 728,6 Km persegi. Bahkan luas wilayah Kab. Labusel empat kali lipat lebih luas dibanding Singapura.
Fakta tersebut menjadikan Kab. Labusel kaya akan alamnya, dengan perkebunan kelapa sawit merupakan komoditas cukup dominan dan potensial.
Sumatera Utara (Sumut), merupakan provinsi dengan jumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit terbanyak di Indonesia, yaitu sekitar 328 perusahaan.
Salah satu daerah dengan jumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit terbesar di Sumut adalah Kab. Labusel. Tugu kelapa sawit yang dibangun di Kotapinang adalah simbol kekayaan Kab. Labusel akan perkebunan kelapa sawitnya.
Kekayaan negara yang kedua menurut Lee Kuan Yew adalah Sumber Daya Manusia (SDM). Kekayaan SDM yang dimiliki oleh Kab. Labusel adalah pemuda.
Pemuda adalah agent of change dalam sebuah daerah, bahkan untuk negara sekalipun Sang proklamator Ir. Soekarno pernah berkata, "Beri aku 1.000 orang tua maka akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncang dunia".
Betapa pentingnya peran pemuda bagi suatu bangsa. Oleh sebab itu merupakan sebuah keberuntungan bagi suatu daerah atau negara yang memiliki jumlah pemuda yang besar. Hal tersebutlah yang sering kita dengar dengan istilah bonus demografi.
Sesuai dengan Undang-Undang Kepemudaan Nomor 40 tahun 2009, maka batasan usia pemuda Indonesia, yakni usia 15 sampai dengan 30 tahun.
Kab. Labusel memiliki jumlah pemuda hampir 50 persen dari jumlah penduduknya, yaitu sebesar 42,85 persen atau sekira 134.614 orang dari 314.049 jumlah penduduk di Kab. Labusel.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Labuhanbatu Selatan, kelompok pemuda yang bekerja dari total jumlah pemuda di Kab. Labusel adalah 23.713 orang atau sekitar 38 persen, yang artinya tidak sampai 50 persen yang bekerja, atau lebih dari 50 persen yang menganggur.
Ironisnya, fakta lapangan yang tersaji adalah dibeberapa perusahaan tenaga kerja yang lebih dominan diserap adalah kalangan pemuda dari luar daerah.
Hal tersebut jelas merupakan sebuah potensi masalah, mengingat mayoritas demografi Kab. Labusel berasal dari kalangan pemuda.
Apa saja indikator-indikator yang menyebabkan penyerapan tenaga kerja oleh perusahaan-perusahaan tersebut tidak memprioritaskan pemuda Labuhanbatu selatan?
Secara global, Indonesia pada 2045 diprediksi akan memasuki generasi emas, dimana tepat 100 tahun Indonesia merdeka, jumlah penduduknya 70 persen usia produktif, merupakan keadaan demografi yang langka dan sulit ditemui untuk sebuah negara.
Kedepannya, banyak tantangan yang akan dihadapi Indonesia, salah satunya persaingan dalam menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN.
AEC merupakan tujuan dari integrasi ekonomi yang memiliki empat pilar, yaitu 1) pasar tunggal dan basis produksi regional, 2) kawasan berdaya saing tinggi, 3) kawasan dengan pengembangan ekonomi merata, dan 4) integrasi dengan perekonomian dunia.
Pilar pertama menjadikan ASEAN sebagai kawasan seutuhnya dengan menerapkan aliran bebas barang, jasa, modal investasi serta aliran bebas tenaga kerja terampil dan profesional dengan penghapusan berbagai hambatan, baik tarif maupun non tarif.
Hal tersebut menjadikan kompetisi global bukan lagi sekadar wacana prediksi belaka, melainkan telah bertransformasi menjadi tantangan dan ancaman nyata, di mana dampaknya tidak hanya bagi Indonesia secara umum, namun juga Kab. Labusel secara khusus.
Dampak yang sangat signifikan dari implementasi AEC adalah distribusi dan mobilisasi Tenaga Kerja Asing.
Saat ini Tenaga Kerja Asing (TKA) yang ada di Labusel sebanyak 7 orang, dimungkinkan kedepannya menjadi 70, 700, atau bahkan 7.000 orang.
Jika merunut pada spektrum ancaman, jelas mobilisasi TKA adalah ancaman nyata bagi ketersediaan lapangan kerja bagi pemuda daerah.
Secara teori, contigency plan harus disusun, bahkan ketika ancaman masih berupa ramalan (forecasting), dan dampak AEC sudah bukan sekadar ramalan, tapi prediksi yang jelas rentang waktu kejadiannya.
Bukan lagi sekedar kemungkinan bahwa pemuda–pemuda kita akan bersaing dengan pemuda-pemuda Malaysia dalam mencari pekerjaan, penjual-penjual cendol, cilok, dan beragam jajanan daerah di Kab. Labusel adalah orang-orang yang secara karakteristik fisik berbeda dengan kita, atau bahkan tidak bisa berbahasa Indonesia dan berlogat asing, atau bukan lagi pemandangan yang mengherankan jika pedagang sayuran orang Singapura, pedagang asongan orang Vietnam, kita terbiasa melihat orang Brunei jaga toko.
Gambaran tersebut bukan lagi sekedar kemungkinan-kemungkinan, tapi keniscayaan dari kata sepakat atas globalisasi.
Itu adalah gambaran bagaimana kita harus mempersiapkan pemuda-pemuda kita agar tidak kalah saing dengan pemuda luar daerah atau bahkan luar negeri sekalipun.
Sangat disayangkan, jika perusahaannya berada di Kab. Labusel, bayar pajaknya pun di daerah ini, tapi pekerjanya dari daerah? Mungkinkah karena tingkat kapabilitas pemuda kita yang dinilai kurang mumpuni? Tidak kompatibel dengan standar masuk yang sesuai dengan kriteria perusahaan? Skill yang rendah dan tidak berkualitas? Atau masalah pada pendidikannya
Apapun itu, seharusnya perusahaan perkebunan memberdayakan pemuda yang menjadi kekayaan di Kab. Labusel ini.
Beberapa waktu lalu, salah seorang pemuda Kab. Labusel berhasil menjadi Presiden Indonesia Youth Icon angkatan V, sebuah prestasi dan kebanggan buat Dispora Labusel, karena dari sekian ratus bahkan juta pemuda di Indonesia yang berpartisipasi dan bersaing, pemenangnya adalah pemuda dari Kab. Labusel. Apresiasi yang luar biasa buat Dispora, karena mampu mencetak generasi pemuda berprestasi.
Lalu, sekarang masalahnya apa? Kenapa di banyak perusahaan lebih banyak menerima karyawan dari luar Kab. Labusel, khususnya generasi muda? Lantas apa solusinya?
Secara teori, pemanfaatan sumber daya suatu daerah tidak lepas dari peranan masyarakat, stakeholder, yakni perusahaan-perusahaan dan unit-unit terkait serta pemerintah daerah.
Hal tersebut demi tercapainya optimalisasi dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya.
Sejauh ini, tidak ada wadah yang menyerentakkan peranan dari entitas-entitas tersebut.
Industri kelapa sawit merupakan sektor utama dan pemuda adalah aset berharga dalam skema optimalisasi dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya di Kab. Labusel, mengingat keduanya merupakan kekayaan daerah.
Namun jelas, keduanya adalah conflicting issue yang hingga kini belum menemukan wadah yang sesuai untuk disingkronisasi secara bersama. Sehingga pembentukan wadah tersebut menjadi krusial.
Tidak hanya sebagai unit pengarsipan calon tenaga kerja, tapi juga sebagai tempat pelatihan prakerja dan penyaluran tenaga kerja bagi para pemuda-pemuda Labusel. Memang, wadah ideal itu belum berwujud, tapi mari kita imajinasikan simulasi singkatnya dengan nama Skill Academy Program (SAP).
SAP mencakup berbagai mekanisme pelatihan serta penyaluran tenaga kerja yang diinisiasi langsung oleh Pemda Labusel. Proses penerimaan karyawan tiap-tiap perusahaan memiliki metode yang beragam.
Tentunya perusahaan sudah memiliki kriteria dan ketentuan yang harus dipenuhi calon karyawannya. Selain pendidikan, perusahaan akan mencari karyawan yang memiliki skill dan keahlian dibidangnya. Skill di sini dibagi menjadi dua yaitu soft skill dan hard skill. Melalui SAP pemuda-pemuda Labusel berkesempatan mengikuti kelas pengembangan skill dengan trainer dan tenaga pendidik kredibel.
Terdapat dua kelas utama sesuai dengan klasifikasi skill, soft skill dan hard skill. Kedua kelas tersebut bertujuan untuk mengajarkan dan mengasah skill para pemuda.
Semisal pada kelas soft skill, pemuda-pemuda Labusel akan dikenalkan dengan berbagai kemampuan soft skill yang disesuaikan dengan minat dan bakat mereka.
Ada banyak sekali soft skill yang dibutuhkan oleh pemuda untuk maju dan berdaya saing tinggi seperti pertama, cognitive flexibilit yaitu skill yang melibatkan kreativitas, penalaran logika, dan sensitivitas terhadap suatu masalah.
Kedua, kemampuan bernegosiasi. Kemampuan bernegosiasi dengan kolega, manager, klien, dan tim akan menajdi skill yang dibutuhkan di era millenium sekarang ini.
Ketiga, service orientation. Atau keempat, people management. Banyak orang pintar, banyak orang cerdas, namun tidak dapat mengatur orang-orang secara baik, seorang manager tidak mampu mengatur staffnya, seorang staff tidak dapat mengatur anggotanya dan seterusnya.
Inilah skill yang perlu dimiliki dalam suatu perusahaan, dimana seorang karyawan mampu mengatur orang-orang untuk bekerja sebaik mungkin dan mencapai target yang diinginkan perusahaan, seorang pemimpin harus mengenal lebih jauh karakter bawahannya agar dapat mengaturnya dengan baik.
Kelima, kemampuan membuat keputusan. Skill ini seharusnya tidak hanya dimiliki oleh pemimpin, karena sudah sewajarnya seorang pemimpin mampu memberi keputusan, alias tidak plin-plan dalam making decicion, apalagi keputusan yang berdampak langsung pada anggota atau karyawannya.
Baik sebagai pimpinan atau karyawan selayaknya memiliki kemampuan membuat keputusan yang baik dan bijak dengan memperhatikan analisisi masalah, logika, dan intuisi yang tepat.
Keenam, kemampuan beradaptasi. Diera millenium sekarang ini, kemajuan teknologi sangat canggih, seiring kemajuan zaman, perusahaan dihadapkan pada keharusan merangkul proses baru agar tetap kompetitif dalam industrinya. Karyawan dapat menunjukkan sikap yang positif, berfikiran terbuka, dan mampu belajar dengan cepat.
Adapun skill selanjutya yang akan dibahas yaitu hard skill. Bicara soal hard skill, maka potensi skill ini hanya akan didapat dengan terjun langsung ke lapangan, bahkan skill ini hampir tidak butuh teori.
Ada beberapa hard skill yang sekiranya dibutuhkan oleh perusahaan untuk mengupgrade perusahaannya.
Pertama, menguasai komputer. Zaman modern sekarang ini, penguasaaan ilmu komputer sangat penting, karena setiap pekerjaan dilakukan melalui perangkat komputer atau sejenisnya, laporan-laporan kedinasan juga sistemnya sudah online sehingga karyawan dituntut mahir dalam mengoperasikan komputer.
Kedua, keterampilan manajemen data. Data merupakan aset penting di era teknologi ini, segala aktivitas operasional perusahaan tak lepas dari mengolah data, setiap hari dihadapkan pada data yang berhubungan dengan perusahaan.
Ketiga, design grafis. Design grafis sangat berguna dalam menunjang kegiatan perusahaan, dapat berguna untuk menyampaikan visi perusahaan kepada masyarakat luas.
Tidak hanya itu SAP merupakan wadah penyaluran tenaga kerja yang terpercaya, karena selain dikelola langsung oleh Pemda, SAP mampu melakukan mekanisme tracking mengenai calon tenaga kerja, pelatihan serta penyalurannya secara holistik.
Pemda dapat menjalin kerja sama dengan perusahaan-perusahaan daerah, utamanya pada industri kelapa sawit untuk poin-poin tertentu. Semisal setiap proses rekrutmen, perusahaan-perusahaan tersebut harus melaporkan Pemda Labusel. Hal tersebut agar Pemda dapat mengirimkan pemuda-pemuda pilihan yang telah lulus SAP untuk mengikuti proses seleksi dengan transparan dan fair.
Jika penerapan SAP dipatenkan, jangankan menghadapi MEA ataupun segala kesepakatan regional dan global lainnya pada 2045, untuk esok hari pun pemuda Labusel siap. Karena bukan sekadar unggul dan berkualitas, namun juga berdaya saing tinggi akan menjadi karakteristik utama pemuda-pemuda Labusel.
Disinilah peran Pemda Labusel, khususnya Dinas Kepemudaan dan Olahraga dibutuhkan dan diharapkan dapat menjadi wadah legal yang berorientasi dalam mengasah skill pemuda, serta output yang diharapkan adalah Dispora sebagai wadah pendistribusian tenaga kerja. Sehingga tercipta keadilan bagi para pekerja yang dilihat dari kualitas pendidikannya, soft skill, dan hard skill yang dimiliki.
Antara skill, pemuda dan perusahaan adalah segitiga yang saling berkaitan, ketiganya adalah kekayaan yang akan menciptakan karya yang luar biasa. (*)
Diani Nursyah Putri adalah karyawan pada Perushaan Perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit PT. Asam Jawa, Torgamba, Kab. Labusel.
Tulisan ini diperlombakan pada Lomba Menulis Artikel Hari Sumpah Pemuda pada Dinas Kepemudaan dan Olahraga Pemkab Labusel tahun 2021.
Comments