Kasus Perbudakan Bupati Langkat, Manusia Dikerangkeng, Ini Kata LPSK Hingga DPR
Suluhsumatera - Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin-Angin, masih menyita perhatian publik meski sudah ditahan usai ditangkap KPK terkait dugaan penerimaan suap.
Pemicunya, di halaman belakang rumah pribadinya ditemukan kerangkeng manusia. Dari sana, muncul dugaan eksploitasi manusia.
Di halaman belakang rumah Terbit, ditemukan 2 kerangkeng manusia yang sekilas menyerupai penjara yang dihuni 27 orang. Dari penyelidikan, Terbit menyebut tempat itu digunakan untuk rehabilitasi pengguna narkoba.
Namun kata Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi, tempat itu tidak memiliki izin dari BNN seperti yang dilansir Kumparan.
Karenanya pada Senin (24/1), Polda Sumut dan BNN mencoba mengevakuasi para pasien ke tempat yang lebih baik. Tetapi niat itu, dihalangi keluarga pasien. Mereka memilih membawa keluarganya, pulang ke rumah masing-masing.
Dugaan perbudakan modern ini juga sudah dilaporkan oleh Migrant CARE ke Komnas HAM. Komnas HAM pun meresponsnya dengan akan segera menurunkan tim ke lokasi kerangkeng berada.
Kerangkeng manusia ini menyita perhatian dari berbagai lembaga mulai dari LPSK hingga DPR RI.
LPSK menilai, hal tersebut merupakan perbudakan modern jika benar ada eksploitasi dalam hal ini.
"Diberitakan juga bahwa kerangkeng manusia itu diduga digunakan bagi pekerja yang dipekerjakan di kebun kelapa sawitnya. Diduga para pekerja itu juga mengalami eksploitasi," kata Wakil Ketua LPSK, Maneger Nasution.
"Jika benar adanya, tindakan ini merupakan pelanggaran terhadap kemanusiaan. Ini merupakan praktik perbudakan modern," sambungnya.
Maneger mengatakan, LPSK mendukung agar pihak kepolisian mengusut tuntas kasus ini. LPSK juga mendukung Komnas HAM untuk memeriksa dugaan pelanggaran HAM peristiwa tersebut.
"Jika hal itu benar, maka kita mengutuk keras perbuatan yang tidak berprikemanusiaan itu, dan meminta agar kepolisian segera mengusut kasus tersebut," ucap dia.
Maneger mengungkapkan, apabila benar kerangkeng itu digunakan untuk memenjarakan buruh, perbuatan itu sangat tidak manusiawi dan melanggar undang-undang. Pihaknya siap melakukan perlindungan kepada saksi dan korban.
Usut Kerangkeng di Rumah Bupati Langkat Diduga untuk Mengurung Manusia
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi NasDem, Taufik Basari (Tobas), menyoroti temuan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat. Ia mendorong Polda Sumatera Utara segera mengusut tuntas temuan kerangkeng tersebut.
"Mendorong Kepolisian Daerah Sumatera Utara untuk segera mengusut tuntas temuan kerangkeng yang diduga untuk mengurung manusia di kediaman Bupati Langkat nonaktif yang ditangkap KPK, Terbit Rencana Peranginangin," kata pria yang disapa Tobas ini.
Tobas menyatakan tidak dibenarkan siapa pun, termasuk pejabat pemerintahan, menaruh seseorang dalam sebuah tempat seperti kerangkeng atau sel penjara, dengan merampas kemerdekaan orang lain dan memperlakukannya secara tidak manusiawi.
"Perampasan kemerdekaan dengan menaruh seseorang dalam tahanan atau pun lembaga pemasyarakatan hanya dapat dilakukan oleh lembaga yang berwenang dan alasan yang berdasarkan hukum, yakni dalam rangka penegakan hukum atau pelaksanaan putusan pengadilan, sesuai aturan perundang-undangan dan harus dilaksanakan dengan standar HAM," ucapnya.
Ketua Fraksi NasDem MPR ini menuturkan saat ini masyarakat menunggu hasil penyelidikan dari polisi. Ia menegaskan tidak dibenarkan jika alasan kerangkeng itu untuk rehabilitasi ataupun tempat para pekerja.
"Namun baik alasan sebagai tempat rehabilitasi maupun tempat bagi pekerja perkebunan sawit, kedua alasan tersebut tetap tidak memberikan pembenaran bagi penggunaan kerangkeng manusia dan harus diusut tuntas dengan melakukan penegakan hukum,” lanjutnya.
Lebih lanjut, ia menuturkan jika hasil penyelidikan ditemukan fakta bahwa adanya tindakan tidak manusiawi, penegak hukum harus memberikan pemulihan kepada para korban.
Golkar Dukung Polisi Usut Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat
Partai Golkar menyatakan belum mendapatkan laporan dari DPD Golkar Sumatera Utara terkait penemuan kerangkeng manusia tersebut.
“Terkait adanya dugaan ditemukan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat, kita tidak tahu digunakan untuk apa karena belum ada laporan maupun temuan dari Partai Golkar Provinsi Sumatera Utara,” kata Pengurus Bidang HAM DPP Partai Golkar, Muslim Jaya Butar-Butar.
Karena itu, ia tidak bisa berkomentar lebih banyak dan masih menunggu laporan internal Golkar.
“Kami tidak bisa menduga-duga digunakan untuk apa kerangkeng tersebut,” sebut dia.
Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin memakai rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (20/1/2022). Foto: Rivan Awal Lingga/Antara Foto
Ketua Bidang Hukum PPK Kosgoro 1957 tersebut juga mendorong pihak kepolisian mengusut tuntas kasus penemuan kerangkeng, termasuk juga memproses tindakan korupsi yang dilakukan Terbit.
“Kita berikan kewenangan penuh kepada pihak kepolisian untuk menyelidiki adanya kasus tersebut dan mengusut setuntas-tuntasnya. Partai Golkar mendukung upaya-upaya pemberantasan korupsi,” tegasnya.
Terkait sanksi, Muslim menjelaskan Terbit telah diberhentikan sebagai Ketua DPW Golkar Kabupaten Langkat. Hal ini juga membuktikan bahwa Golkar bersikap tegas pada kadernya yang terjerat korupsi.
Komisi III: Kerangkeng di Rumah Bupati Langkat Harus Diselidiki
Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani, mengaku kaget dengan adanya kerangkeng di rumah pejabat pemerintah.
"Saya kaget karena tidak terbayangkan dan ini berada di daerah yang juga bukan daerah yang katakanlah, ya, selama ini tidak mendapat perhatian sama sekali, ya. Langkat ini, kan, juga termasuk daerah yang kita kenal, ya, dengan baik, kok, masih ada seperti itu," kata Arsul.
Arsul berpandangan keberadaan kerangkeng di rumah Terbit bisa dikategorikan sebagai dugaan pidana. Namun, hal ini memerlukan penyelidikan lebih lanjut oleh polisi.
"Kami melihatnya ini merupakan bentuk tindak pidana, tentu baru dugaan yang masih memerlukan penyelidikan dan juga penyidikan. Nah, yang diminta oleh kami di Komisi III kemarin adalah ini karena merupakan tindak pidana umum, maka Polri harus aktif melakukan penyidikan meskipun ini terkait dengan tersangka pelaku tindak pidana korupsi yang diproses di KPK," ujarnya.
"Kenapa begitu? Karena memang sistem peradilan pidana kita itu tidak menghalangi, tidak menutup kalau ada satu dugaan tindak pidana, sementara terduga pelakunya atau bagiannya menjadi terduga pelaku itu sudah menghadapi proses hukum lain. Maka kemudian proses hukumnya harus disetop dulu itu tidak seperti itu," imbuh dia.
Comments