Persidangan Kasus Korupsi Proyek Sapi di Asahan Kembali Terungkap Fakta Baru
MEDAN
suluhsumatera : Lanjutan sidang perkara kasus dugaan Korupsi Proyek Pengadaan Sapi TA 2019 di Dinas Peternakan Kab. Asahan, yang merugikan keuangan negara sebesar Rp615 juta, kembali digelar di Pengadilan Negeri Tipikor Medan, Senin (7/2/2022), dengan agenda pemeriksaan Saksi Ahli dari BPKP.
Dalam persidangan terungkap fakta, Saksi Ahli BPKP yang dihadirkan Kejaksaan Negeri Asahan, Bakti Ginting, SE, Ak, CFrA mengaku, pada Kamis 12 Agustus 2021, telah diperiksa Jaksa di Kantor BPKP Perwakilan Provinsi Sumut di Medan.
Sedangkan yang tertuang dalam Berita Acara Sumpah/Janji Saksi Ahli BPKP, pada hari/tanggal yang sama, tertulis di Kantor Kejaksaan Negeri Asahan, di Kisaran.
"Ini yang mana yang benar? Kok ada dua tempat peristiwa hukum berbeda yang dilakukan oleh satu orang dan pada hari dan tanggal yang sama?," demikian pengacara menyela dokumen di hadapan Majelis Hakim memperjelas BAP Saksi Ahli, Bakti Ginting di hadapan para pihak, yang kemudian langsung diklarifikasi Saksi Ahli, Bakti Ginting.
"Kemungkinan pak Jaksa salah ketik yang mulia," sebutnya.
Diterangkan Bakti Ginting di depan persidangan, pihaknya dalam menghitung potensi kerugian keuangan negara pada proyek pengadaan sapi di Kab. Asahan Tahun Anggaran 2019, berpedoman pada hasil laporan yang dibuat oleh Saksi Ahli Peternakan dari Universitas Sumatera Utara, Hamdan, SPt, MSi serta mengacu pada analisis terhadap dokumen-dokumen yang diserahkan pihak Kejaksaan Negeri Asahan, untuk kemudian dilakukan konfirmasi kepada pihak-pihak yang terlibat.
Namun di hadapan Majelis Hakim, Bakti Ginting mengaku pihaknya hanya melakukan konfirmasi kepada satu kelompok saja, sebagai sampel dari delapan kelompok tani yang menerima bantuan ternak sapi pada tahun 2019.
Selain itu, Bakti Ginting melanjutkan, dalam membuat kesimpulan perhitungan adanya potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp615 juta, berpedoman dari analisis dokumen hasil laporan Ahli Peternakan USU, Hamdan, SPt, MSi, yang di dalam laporan hasil pemeriksaannya tidak memeriksa seluruh jumlah sapi bantuan, yaitu sebanyak 80 ekor.
Menanggapi hal tersebut, 37 Tim Pengacara terdakwa, Muhammad Sahlan alias MS melalui juru bicara, Marthin Hutabarat, SH dan Devy Kemala, SH usai persidangan mengatakan, dalam persidangan hari ini semakin memperjelas jika perkara yang menjerat klien mereka adalah perkara yang menurutnya syarat manipulatif dan penuh dengan rekayasa.
"Bagaimana mungkin BPKP membuat kesimpulan kerugian negara Rp615 juta hanya dengan sampel satu kelompok, sedangkan penerima bantuan ada delapan kelompok. Inikan keterangan yang mengada-ada," tegas Marthin Hutabarat, SH kepada wartawan.
Diterangkan Marthin, pada persidangan, kemarin Kamis, 37 Tim Pengacara MS sudah menyampaikan penolakan BAP dan BA Sumpah Ahli Peternakan USU, Hamdan, SPt, MSi yang dibacakan Jaksa di depan persidangan, karena mereka menilai banyak kejanggalan dan yang bersangkutan sudah meninggal dunia.
"Karena itu, terkait keterangan Ahli BPKP ini kami juga menilai tidak valid atau setidak-tidaknya diragukan kebenaran materilnya," paparnya.
Kemudian, ditambahkan Devy Kemala, SH, dalam perkara ini Jaksa sepertinya menggunakan data yang tidak akurat untuk menjerat kliennya.
"Sejak awal perkara ini sampai dengan Kejaksaan Negeri Asahan memenjarakan klien kami Muhammad Sahlan alis MS ini memang kami nilai banyak kejanggalan, faktanya di depan persidangan pelan-pelan sudah terungkap berbagai kejanggalan, misalnya sebagaimana pengakuan delapan kelompok penerima bantuan, bahwa Ahli Peternakan USU, Hamdan, SPt, MSi tidak pernah memeriksa gigi sapi, alat ukur tinggi sapi yang digunakan juga tidak sesuai standar, malah ada sapi yang sudah mati yang ikut diperiksa, ditambah lagi adanya pertentangan pendapat antar ahli peternakan yang justru dihadirkan pihak Kejaksaan sendiri, yaitu Fuad Hasan, SPt, MSi yang dalam keterangannya menyatakan, seorang ahli berpendapat harus berdasarkan standar yang telah ditentukan maupun kaidah ilmu pengetahuan tidak bisa asal-asalan apalagi dengan merekayasa. Itukan namanya manipulasi dan tentu tidak akurat dan itu semua sudah menjadi suatu fakta persidangan dalam perkara ini," ujar Devy Kemala, SH.
Sebelumnya, dalam persidangan, Jaksa juga menghadirkan saksi ahli, Dosen Peternakan USU, Fuad Hasan, SPt, MSi sebagai saksi ahli pengganti ahli yang telah meninggal dunia, Hamdan SPt, MSi.
Dalam kesaksian Ahli Fuad Hasan, SPt, MSi di hadapan persidangan menjelaskan, menurut standar keilmuan, ada beberapa metode untuk menentukan usia sapi, pertama dengan cara mencatat waktu kelahiran, kedua melihat ukuran tanduk, dan yang ketiga yang umum dilakukan adalah dengan pemeriksaan gigi sapi.
Kemudian, untuk mengukur tinggi sapi harus diukur dengan alat ukur yang disebut tongkat ukur dan pada sapi titik ukurnya adalah punuk (pundak di belakang kepala sapi).
Lalu Ahli Fuad Hasan, SPt, MSi juga menjelaskan, hairtag dan stempel bakar untuk tanda atau identifikasi pada sapi bersifat permanen, tidak akan hilang seumur hidup sapi. Hal ini juga selaras dengan keterangan Tim Teknis Dinas Peternakan Asahan.
Namun dalam fakta persidangan sebelumnya, terungkap, keterangan saksi-saksi yang telah memberikan keterangan, antara lain delapan kelompok ternak penerima bantuan sapi tahun 2019, Tim Teknis Dinas Peternakan Asahan, PPTK, PPK mengaku dengan sangat tegas, pihak Kejaksaan dan Saksi Ahli Hamdan, SPt, MSi tidak pernah memeriksa gigi sapi dan pengukuran sapi juga tidak dilakukan dengan tongkat ukur, dan beberapa sapi yang diperiksa tidak ada lagi tanda hairtag ataupun stempel bakar pada sapi, bahkan tidak semua sapi bantuan diperiksa.
Sehingga, menurut pendapat tim pengacara terdakwa, kesimpulan Saksi Ahli Hamdan, SPt, MSi yang sudah meninggal dunia tersebut, terbantahkan dan sangat diragukan kebenarannya, karena metode pemeriksaan sapi yang ia lakukan tidak sesuai dengan standar keilmuan sebagaimana pemaparan Saksi Ahli Fuad Hasan, SPt, MSi dan keterangan Tim Teknis Dinas Peternakan Asahan.
Selain itu juga patut diduga kuat bahwa sapi yang diperiksa pada tahun 2021, bukan sapi yang diserahkan tahun 2019. (dri)
Comments