Wakili Menag RI, Hasan Basri Sagala Hadiri Wisuda Sarjana Univa Labuhanbatu
LABUHANBATU
suluhsumatera : Tenaga Ahli Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia, H. Hasan Basri Sagala, MSi menghadiri wisuda sarjana ke X, Universitas Al Washliyah (Univa) Labuhanbatu, Sumatera Utara (Sumut), baru-baru ini.
Hasan Basri yang juga Kasatkornas Banser ini mewakili Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas memberikan kata sambutan pada ribuan wisudawan serta civitas akademika Univa Labuhanbatu.
“Bahwa adanya peran penting yang dijalankan oleh tokoh-tokoh Al Washliyah dalam tatanan masyarakat jauh sebelum kemerdekaan. Tokoh-tokoh yang memiliki kontribusi besar dalam pengenalan Islam kepada masyarakat, seperti Syeikh Syamsudin Al Sumatrani, Syeikh Abd Al-Raʾuf Al-Singkeli, Syeikh Abd. AlSamad Al-Palembani, Syeikh Ahmad Khatib AlMinangkabawi, Syeikh Yusuf Al-Makassari, Syeikh Nawawi Al-Bantani, dan Syeikh Ahmad Khatib AlSambasi,” jelas pria asal Kotapinang, Kab. Labusel ini.
Kiai-kiai karismatik ini membawa ajaran sufi
untuk diperkenalkan di tanah Aceh, Sumatera,
Palembang, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Misalnya, kata dia, Syeikh Al- Sumatrani membawa ajaran sufi Junayd, Al Singkeli membawa ajaran sufi Syattariyah, sementara Al Palembani, Al-Bantani, dan Al-Makassari, yang mengajarkan ajaran sufi Qadiriyah Naqsabandiyah.
Selain ajaran-ajaran sufistik, para kiai karismatik ini juga menyediakan madrasah sebagai tempat anak- anak petani belajar Alquran, Hadits, dan ilmu-ilmu keagamaan lainnya.
Melalui pengajaran yang dijalankannya, madrasah-madrasah yang didirikan para kiai ini menjadi kekerabatan sosial (Islamic social obligations) dan persaudaraan iman (brotherhood based on faith) antara guru dan murid dalam komunitas desa.
Para murid inilah yang nantinya menjadi guru dalam komunitas desa dimana mereka tinggal. Apalagi memasuki abad ke-17, sejak meluasnya perdagangan internasional, integrasi sufi dan ritual Islam sebagaimana diajarkan para kiai karismatik ini justru ditentang oleh Muslim reformis.
Mereka menolak teosofi sufistik dan menganjurkan kepercayaan dan praktek Muslim yang berasal dari Alquran dan Hadits. Mereka juga menolak mazhab hukum dan praktek-praktek spiritual sebagai penyimpangan dari Islam yang sebenarnya.
“Setelah membaca sejumlah biografi para pendiri Al Jam’iyatul Washliyah, saya menangkap semangat yang dikembangkan para pendirinya adalah ajaran- ajaran sufi, spritualistik Islam, dan nilai-nilai kebangsaan. Hal ini tampak pada nama Al-Jam’iyatul Washliyah, yang berarti perkumpulan yang merekatkan. Semangat ini kemudian
diaktualisasikan dalam pendirian lembaga pendidikan sebagaimana dilakukan para kiai karismatik yang ada di Al-Washliyah,” paparnya.
Kini Al-Jam’iyatul Washliyah memiliki 1.036
lembaga pendidikan, 14 panti sosial, dan 9 universitas yang tersebar di seluruh Indonesia.
Jumlah cukup besar ini sebut dia, menggambarkan betapa pentingnya kehadiran Al Jam’iyatul Washliyah ditengah masyarakat.
“Oleh karena itu, melalui forum yang mulia ini, saya mengajak rektor dan seluruh civitas akademika Universitas Al Washliyah agar cermat membaca perubahan zaman untuk bersamasama memberikan pembelajaran terbaik bagi masyarakat, yaitu nilai-nilai keagamaan yang diintegrasikan dengan nilai-nilai kebangsaan dalam konteks industri 4.0 dan society 5.0. Saya juga mengapresiasi perubahan statuta dari STIT Al Washliyah menjadi STAI Al Washliyah, dan dari STAI Al Washliyah berubah menjadi Universitas Al Washliyah. Hal ini tentu dalam konteks memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat, khususnya di Sumatera Utara,” imbuhnya.
“Inilah pesan Gus Menteri disampaikan kepada kita khusus seluruh wisudawan, saya tunggu kiprah adik-adik semua di Sumantera Utara dan kancah nasional,” pungkasnya. (hrp)
Comments