RDP Tidak Dihadiri Pemkab, Dewan Curiga Ada Upaya Menunda Pilkades Serentak Di Labusel
KOTAPINANG
suluhsumatera : Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar DPRD Kab. Labusel dengan agenda membahas hasil persetujuan (eksaminasi) Pemprov Sumut atas Perda Kab. Labusel tentang Pemilihan Kepala Desa (Pilkades), Kamis (16/3/2023) siang, batal dilaksanakan.
Pasalnya, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Pemkab Labusel tidak menghadiri pertemuan tersebut.
Dewan menduga, ada upaya pihak-pihak tertentu untuk menunda pelaksanaan Pilkades serentak tahun ini.
“Ini sudah pertemuan ketiga yang diagendakan, namun tidak dihadiri Pemkab dalam hal ini Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. Kami menduga ada pihak-pihak yang ingin menunda Pilkades serentak agar tidak dilaksanakan tahun ini,” kata Wakil Ketua DPRD Kab. Labusel, Zainal Harahap kepada wartawan.
Disebutkan, undangan untuk menghadiri RDP itu bukan kali pertama, karena pertemuan sebelumnya juga tidak dihadiri instansi tersebut.
Dia pun heran, mengapa hasil eksaminasi Pemprov Sumut atas Perda Pilkades tersebut terkesan disembunyikan oleh Pemkab Labusel.
Parahnya sebut dia, saat ini juga disinyalir sudah ada lobi-lobi yang dilakukan, agar RDP batal dilaksanakan.
“RDP pertama diagendakan pada 3 Maret lalu dan hari ini kedua kalinya, namun pejabat terkait tidak hadir. Kami menggelar RDP untuk mengetahui apa-apa saja yang menjadi catatan dari Pemprov, sehingga dapat segera ditindaklanjuti. Apa lagi batas waktu moratorium Pilkades serentak tinggal beberapa bulan lagi,” katanya.
Tokoh pemekaran Kab. Labusel itu mengatakan, komitmen DPRD sejak awal sudah jelas, yang ditandai dengan disetujuinya Perda tentang Pilkades dan tersedianya anggaran untuk pelaksanaannya.
Namun anehnya kata dia, ketika waktu semakin dekat, justru Pemkab terkesan berupaya menghambat.
Zainal menambahkan, Pilkades serentak di Kab. Labusel sudah sangat mendesak, mengingat saat ini 50 desa dari total 52 desa di Kab. Labusel kepala desanya berstatus penjabat. Menurutnya, kondisi ini sangat tidak efektif dan efesien.
“Saat ini 80 persen lebih penjabat kelapa desa diisi oleh guru dan tenaga kesehatan. Jika terus berlarut-larut, dikhawatirkan kondisi tersebut justru akan mengganggu program kesehatan dan pendidikan yang juga masih sangat butuh perhatian serius,” katanya. (*/sya)
Comments