Netralitas ASN Dalam Kepungan Intervensi Politik
KOTAPINANG
suluhsumatera : Dalam sistem demokrasi yang sehat, netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah fondasi kokoh bagi terciptanya pemerintahan yang profesional, adil, dan berorientasi pada pelayanan publik.
Namun realitas di lapangan, tidak jarang menunjukkan ironi dengan yang diharapkan.
Hal itu terungkap dalam diskusi kelompok yang digelar peserta Diklat Pelatihan Kepemimpinan Administrator (PKA) Angkatan I dan II 2025 di Medan, baru-baru ini.
Dalam diskusi tersebut diutarakan, intervensi politik terhadap ASN kerap kali menjadi isu yang berulang setiap siklus politik berlangsung, terutama menjelang dan selama masa pemilihan kepala daerah maupun Pemilu nasional. Padahal, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN secara tegas menyatakan, "Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik serta wajib menjaga netralitas."
Tentunya ini bukan sekadar perintah normatif, tetapi cerminan dari semangat reformasi birokrasi yang sejak lama ingin membebaskan aparatur sipil negara dari kungkungan dan bayang-bayang kepentingan politik praktis.
Setiap ASN juga telah mengucapkan sumpah jabatan yang secara eksplisit mengedepankan kehormatan negara, pemerintah, dan martabat ASN di atas kepentingan pribadi maupun golongan. Maka ketika intervensi politik menyusup ke ruang-ruang kebijakan, rotasi jabatan, hingga penugasan ASN, sesungguhnya yang tengah tercederai adalah asas profesionalitas dan marwah ASN itu sendiri.
Berdasarkan data dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), per Desember 2023 terdapat 219 aduan dugaan pelanggaran netralitas ASN selama masa kampanye pemilu 2024. Netralitas ASN tidak hanya menyangkut sikap pasif terhadap dinamika politik, tetapi juga menyangkut komitmen aktif terhadap integritas, tanggung jawab publik, dan independensi dalam pengambilan keputusan.
Kemudian dari diskusi tersebut juga diuraikan, seorang ASN harus mengedepankan pelayanan publik dengan integritas dan tanggung jawab dan tidak berpihak pada kepentingan politik mana pun. ASN harus mampu memebebaskan dirinya dari konflik kepentingan dalam pelaksanaan tugas, mampu menggunakan wewenang dan jabatannya sesuai aturan.
Pada akhirnya seorang ASN juga harus mampu menjadi perekat persatuan dan kesatuan bangsa. Sayangnya, dalam prakteknya, intervensi politik terhadap ASN masih kerap terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari politisasi, proses seleksi dan promosi, dan penugasan ASN untuk kepentingan politik praktis, hingga tekanan terhadap pengambilan keputusan birokrasi yang seharusnya obyektif mengaburkannya dari sudut objektifitas.
Ketika jabatan diberikan bukan karena kompetensi, tetapi karena loyalitas politik, maka sistem meritokrasi rusak. Profesionalisme ASN melemah, reformasi birokrasi stagnan, kualitas pelayanan publik menurun, dan yang paling fatal, kepercayaan publik terkikis dan pada akhirnya wibawa pemerintah terdegradasi.
Semua ini menimbulkan biaya sosial dan politik yang mahal bagi keberlangsungan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Pemerintah telah berupaya melakukan pencegahan dengan memperkuat sistem merit, memperjelas kode etik ASN dan Disiplin ASN, serta membangun sistem pengawasan dalam pengelolaan manajemen ASN. Namun, tantangan utama tetaplah pada keberanian birokrasi untuk bersikap independen, serta pada komitmen pejabat politik untuk tidak menyeret ASN ke dalam pusaran kontestasi kekuasaan.
Kesimpulannya, jika intervensi politik dapat diminimalisir, keuntungan strategis akan dirasakan oleh semua pihak, yakni target-terget kinerja pemerintah akan lebih mudah untuk dicapai, karena ASN fokus pada kinerja, bukan urusan politik, birokrasi akan menjadi lebih transparan, akuntabel, dan berbasis sistem merit, dan PNS akan lebih terjamin dalam pengembangan kariernya karena dinilai berdasarkan kualifikasi, kinerja, kompetensi, integritas dan moralitas. Kemudian, masyarakat akan menikmati pelayanan publik yang adil, inklusif, dan berkualitas.
Perlu dipahami bahwa menjaga ASN jauh dari intervensi politik bukan sekadar kepatuhan pada aturan, melainkan langkah strategis untuk melindungi demokrasi dari kooptasi kekuasaan. Dalam ruang politik yang penuh godaan, keteguhan ASN untuk tetap netral adalah cermin dari profesionalisme birokrasi yang sesungguhnya.
Pemerintah, pejabat publik, dan masyarakat harus bersama-sama memastikan bahwa ASN tidak dijadikan alat politik, melainkan pelayan publik sejati. (*/sya)
Comments