Eks Anak Buah Irjen Napoleon Dari Awal Curigai Soal Surat Red Notice Djoko Tjandra
Suluhsumatera - Mantan anak buah Irjen Napoleon Bonaparte, Kombes Tommy Aria Dwianto, membeberkan adanya perintah-perintah terkait urusan red notice Djoko Tjandra.
Melansir Detikcom, Kombes Tommy merupakan Kepala Bagian Kejahatan Internasional Sekretariat NCB Interpol Indonesia Divisi Hubungan Internasional Polri.
"BAP 29, Saudara sampaikan ada surat nomor 1.000, kemudian ada juga membunyikan 'Laksanakan itu perintah pimpinan', Nugroho Slamet Wibowo akhirnya tanda tangan. Gimana apa ada kejanggalan?" tanya jaksa kepada Kombes Tommy yang hadir sebagai saksi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Selasa (17/11/2020).
Kombes Tommy dihadirkan sebagai saksi untuk sidang kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra dengan terdakwa Tommy Sumardi.
Dalam persidangan Kombes Tommy mengaku diperintah Irjen Napoleon Bonaparte membuat sejumlah surat pemberitahuan ke Imigrasi berkaitan dengan sistem Interpol Red Notice Indonesia mengalami pembaharuan sebanyak 2 kali. Di mana surat itu ditandatangani oleh Sekretaris NCB Interpol, Brigjen Nugroho Slamet Wibowo.
Kombes Tommy mengaku ada kejanggalan terkait red notice Djoko Tjandra, yakni ketika surat-menyurat intens dilakukan beberapa kali di waktu yang berdekatan. Menurut Tommy, urusan red notice tak bisa tergesa-gesa.
"Soal masalah kejanggalan, memang sejak kami bertugas Bulan Juli, intensitas surat yang berkaitan dengan interpol red notice Djoko Tjandra ataupun surat-surat yang berkaitan dengan jaksa agung, juga yang berkaitan red notice Djoko Tjandra itu sangat intens," beber Kombes Tommy.
"Itu hanya ungkapan perasaan kami, kami tidak berani ungkapkan pada... Kami merasa 'Kok ada surat yang begitu cepat intensitasnya?', tapi kami prinsipnya perintah pimpinan akan kita laksanakan," sambung Kombes Tommy.
Diketahui dalam dakwaan Irjen Napoleon Bonaparte, setelah dia mendapatkan uang dari rekan Djoko Tjandra yaitu Tommy Sumardi sebesar SGD 200 ribu dan USD 100 ribu, Irjen Napoleon memerintahkan Kombes Tommy Aria Dwianto untuk membuat surat ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi.
Isi suratnya adalah pemberitahuan database DPO di Interpol mengalami pembaharuan dan menyatakan ada data DPO yang diajukan Divhubinter Polri ke Ditjen Imigrasi sudah tidak dibutuhkan lagi.
Kembali ke kesaksian Kombes Tommy, dia juga mengatakan ada surat yang diterima Divisi Hubungan Internasional Polri dari istri Djoko Tjandra, Anna Boentaran. Surat itu terkait permohonan penghapusan red notice Djoko Tjandra.
Menurut Tommy surat itu tidak lazim, sebab yang berhak mengajukan permohonan penghapusan red notice adalah institusi penegak hukum.
"Pak Tommy pernah nggak ada orang pribadi ajukan pencabutan red notice?" tanya jaksa.
"Siap, nggak pernah," jawab Kombes Tommy.
Dia menerangkan pihak yang berhak mengajukan pencabutan permohonan adalah institusi penegak hukum yang menangani perkara awal, dalam hal ini Kejaksaan Agung. "Yang berhak mencabut red notice adalah institusi yang minta," tutur dia.
Namun, sambung Kombes Tommy, lain hal dengan kasus red notice Djoko Tjandra. Kombes Tommy mengaku diperintah Irjen Napoleon untuk membalas surat Anna Boentaran.
"Perintah dari Kadivhubinter Polri. Perintahnya membalas surat dari Anna Boentaran," tegasnya.
Untuk diketahui terdakwa Tommy Sumardi didakwa menjadi perantara suap Djoko Tjandra ke dua jenderal Polri. Dua jenderal itu adalah Irjen Napoleon Bonaparte, yang saat itu menjabat Kadivhubinter Polri, dan Brigjen Prasetijo Utomo selaku Kepala Biro Kordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri.
Dalam surat dakwaan, Tommy diduga memberikan SGD 200 ribu dan USD 270 ribu kepada Irjen Napoleon dan USD 150 ribu kepada Brigjen Prasetijo. Jaksa menyebut uang itu berasal dari Djoko Tjandra untuk kepentingan pengurusan red notice Interpol dan penghapusan status Djoko Tjandra dalam daftar pencarian orang (DPO).
Comments