Saatnya Pers Lokal Rebut Belanja Iklan Nasional
MEDAN
suluhsumatera : Tren Belanja Iklan Nasional terus meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan tahun 2019 belanja iklan nasional mencapai Rp181 triliun.
Kabar ini mengacu pada data perusahaan periset pengukuran dan analisis data global Nielsen Digitl Advertising Intelligence.
Dari total belanja iklan nasional Rp181 triliun tersebut, 85 persen belanja iklan dikuasai televisi dengan angka belanja iklan mencapai Rp143 triliun.
Sedangkan, belanja iklan untuk media cetak lebih dari Rp22 triliun dan total belanja iklan untuk radio mencapai Rp1,7 triliun.
Nielsen Digitl Advertising Intelligence juga mencatat bahwa kategori Layanan Online sebagai penyumbang belanja iklan terbesar dengan total Rp10,3 triliun.
Sedangkan belanja iklan untuk Perawatan Rambut berada diposisi kedua dengan total Rp9,3 triliun.
Untuk posisi ketiga kategori Pemerintahan dan Organisasi Politik dengan total belanja iklan sebesar Rp8,8 Triliun.
Sementara belanja iklan untuk kategori Rokok Kretek mencapai Rp7,2 triliun dengan pertumbuhan 24 persen.
Menyikapi trend belanja iklan tersebut di atas, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Devis Karmoy, MIKom menjelaskan, belanja iklan nasional tersebut saat ini hanya dikuasai konglomerat media raksasa di Jakarta.
"Impact dari belanja iklan nasional tersebut sama sekali tidak dirasakan oleh kalangan masyarakat menengah ke bawah, justru hanya dinikmati oleh segelintir konglomerat media di pusat. Tentu besarnya belanja iklan ini harus berdampak terhadap daerah, terutama meningkatnya pendapatan asli daerah (PAD)," jelas Devis saat ditemui di Cafe Maxx Lobi Hotel Arya Duta, Jalan Balai Kota Medan, Jumat (25/12/2020) sore.
SPRI Sumut tengah mematangkan Diskusi Media yang nantinya akan berkolaborasi dengan media lokal dan stakeholder, termasuk salah satunya Ormas MKF-MNI Pusat, Forum Wartawan Hanukara Aptanta (FWHA), dan Masyarakat Nusantara Indonesia, yang menyatakan dukungan dalam diskusi yang akan digelar pada pertengahan Januari 2021 mendatang.
"Sebagai awal dari kebangkitan untuk membangun iklim Pers lokal yang sejahtera, ini mesti diperjuangkan oleh Pers lokal, terutama media online dan cetak non mainstream di daerah ini," ujar Devis.
Dengan adanya dana belanja iklan triliunan rupiah yang hanya dinikmati perusahaan media raksasa di Jakarta lanjut Devis, tentu ini sangat diskriminatif di sektor ekonomi, khususnya bagi Media/Pers lokal.
"Belanja iklan nasional ini Isu penting yang harus dibahas agar media lokal non mainstream ikut mensejahtera karyawan dan wartawannya. Dan ini perintah Pasal 10 UU Nomor 40 Tentang Pers. Sehingga tidak ada lagi Pers lokal yang "ngemis" untuk mendapatkan iklan/advertorial. Jika ini terwujud maka idealisme jurnalis Indonesia tidak lagi tergadaikan," tuturnya.
Alumni Sekolah Jurnalisme Indonesia 2011 itu, menybeutkan, bahwa konsumen pada produk yang diiklankan umumnya beredar di daerah, tetapi dana belanja iklan hanya dinikmati segelintir pemilik media di Jakarta.
"Produsen pengiklan bekerjama dengan media besar yang ada di Jakarka, sementara usernya umumnya berada di daerah," ungkapnya.
Ketua SPRI Sumut berharap media non mainstream bersatu mendukung wacana tersebut dalam bentuk diskusi.
"Kami merencanakan untuk membuat diskusi ini bulan Januari 2021, dengan mengundang beberapa media lokal dan para stakeholder guna mendapat membentuk regulasi tentang belanja iklan bagi media lokal," paparnya.
"Salah satu sumber untuk meningkatkan wartawan profesional di era kenormalan baru ini, diperlukan sebuah terobosan untuk menjaga eksistensi dan idealisme Pers lokal melalui, ya sudah tentu sharing belanja iklan," tutupnya. (sutan)
Comments