Kenalkan Contrarius Actus, Kajari Kuansing Bentuk Satgas Pembasmi Mafia Tanah
TELUKKUANTAN
suluhsumatera : Permasalahan mafia tanah yang marak akhir-akhir ini membuat sorotan di tengah-tengah masyarakat.
Untuk itu, pihak Aparat Penegak Hukum diminta untuk bertindak serius dan tegas untuk mengentaskan permasalahan yang sangat merugikan negara dan masyarakat.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kuantan-Singingi (Kuansing), Hadiman, MH, Rabu (01/12/2021), dinhadapan pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan sejumlah pejabat teras Kab. Kuansing, membeberkan jurus ampuh untuk membasmi praktek mafia tanah.
Dalam Sosialisasi Pencegahan Pertanahan yang ditaja oleh BPN Kuansing itu, Hadiman menyebut, permasalahan pertanahan akan hilang jika menerapkan asas contrarius actus.
Apa itu contrarius actus? Menurut Hadiman contraius actus itu adalah konsep dalam hukum administrasi negara, yang menyebutkan badan atau pejabat tata usaha negara yang menerbitkan Tata Usaha Negara (TUN), dengan sendirinya berwenang mengubah, mengganti, mencabut atau membatalkan dokumen yang dibuatnya.
Terkait dengan pembatalan penerbitan dokumen TUN, Kajari merujuk pada Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang No. 30 tahun 2014, tentang Administrasi Pemerintahan, bahwa keputusan dapat dilakukan pencabutan apabila terdapat cacat pada wewenang, prosedur, dan atau substansi.
Terkait penyelesaian permasalahan tanah dan melawan mafia tanah, Kajari Kuansing juga memberikan beberapa masukan kepada BPN Kuansing serta pejabat berwenang lainnya.
Diantaranya, perlu dibentuk struktur organisasi eksaminasi, sebagaimana pernah dibentuk oleh BPN ketika diketuai Hendarman Supanji.
Dalam menghadapi permasalahan pertanahan, BPN juga dapat menerapkan asas contrarius actus, dimana sertifikat yang terbit akibat kesalahan prosedur, dibatalkan oleh pejabat yang menerbitkan.
Sementara hal terkait dengan oknum BPN yang bermain dalam pembuatan dokumen dengan memalsukan surat-surat atau warkat tanah, dapat dilaporkan dan dipidanakan.
"Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Pasal 9, bisa dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun disertai pidana denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta, pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri, yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi," jelas Hadiman.
Dia juga menyoroti mafia tanah tidak terlepas dari peran BPN sendiri. Oleh itu, Hadiman mengajak kepada seluruh pegawai BPN untuk tidak memberikan hak kepada orang yang tidak memiliki hak, dan tidak menghilangkan hak orang yang memiliki hak.
"BPN itu berkaitan dengan hak orang, ada yang tidak berhak dikasih hak, sementara ada yang berhak malah hilang haknya," ungkapnya.
"Jangan sampai BPN yang menerbitkan sertifikat, jika ada masalah malah menyuruh diselesaikan di pengadilan. Keliru itu, kasihan rakyat. Jika ada salah prosedur, ya batalkan,"!tegas Kajari yang berprinsip bahwa hukum itu untuk keadilan.
Hadiman juga menyebut, pihaknya segera membentuk Satgas mafia tanah. Hal ini sebagai tindak lanjut dari Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : 16 tahun 2021 bertanggal 12 Nopember 2021 tentang Pemberantasan Mafia Tananh, di seluruh Indonesia.
"Dalam waktu dekat kita juga segera membentuk Satgas pemberantasan mafia tanah ini. Ini bentuk tindak lanjut arahan dari Jaksa Agung dan terusan dari sosialisasi ini," pungkas Hadiman.
Selain seluruh Pegawai BPN Kuansing, hadir juga Kasi Pidum Marthalius, SH, MH, dan Kasi Datun Billi Cristoper Sitompul, SH, MH.
Sedangkan dari pihak Pemkab Kuansing hadir Kadis Perkim dan Pertanahan Ridwan Amir, Kadis PUPR diwakili Kasi serta camat, lurah, dan Ketua Forum Kades Sholahuddin serta kepala desa di Kab. Kuansing.
Selain Kajari Kuansing, sebagai narasumber, hadir juga Kapolres diwakili KBO Polres Kuansing. (wan)
Comments