Penataan KJA di Danau Toba Disesuaikan dengan Daya Dukung dan Daya Tampung
MEDAN
suluhsumatera : Danau merupakan salah satu Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2011, tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025.
Selain dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata, Danau Toba dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, seperti pembangkit listrik tenaga air, sumber air baku air minum, transportasi air, dan budidaya perikanan.
Keadaan kualitas perairan Danau Toba yang pada dasarnya di pengaruhi oleh kegiatan manusia, terutama pemukiman penduduk, peternakan, pertania, kegiatan perindustrian, dan perdagangan termasuk hotel dan restoran.
Semua sepakat, Danau Toba merupakan aset yang sangat penting dan memiliki multi fungsi. Namun pemanfaatannya telah menimbulkan berbagai dampak terhadap kualitas ekosistem danau.
Meskipun demikian, perlu diingat, pembangunan dan kegiatan ekonomi merupakan penggerak kesejahteraan masyarakat.
Binsar Situmorang, Ketua Penataan KJA Danau Toba yang juga merupakan Staf Ahli Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Bidang Polhukam berpendapat, saat ini pemerintah daerah saat ini tengah melakukan penataan Keramba Jaring Apung (KJA), dengan menertibkan sejumlah KJA di beberapa titik lokasi yang dianggap tidak cocok lokasinya.
Penataan ini dilakukan mengikuti peraturan yang tengah berlaku saat ini dengan merujuk SK Gubsu tahun 2017 tentang Daya Dukung Daya Tampung (DDDT) Danau Toba sebesar 10 ribu per tahun.
Namun, dengan adanya kajian terkini dari Dinas Lingkungah Hidup (DLH) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) terkait DDDT yang menyebutkan, sekitar 55 ribu per tahun dengan status kesuburan air yakni mesotrofik, dapat menjadi pertimbangan dan rujukan utama dalam melakukan peninjauan ulang terhadap peraturan Penataan KJA dan SK Gubernur Sumut.
Prof. Ternala Barus, Ketua Peneliti Kajian Daya Dukung dan Daya Tampung Danau Toba (DDDT), yang juga merupakan Guru Besar Universitas Sumatera Utara, yang baru saja merampungkan penelitiannya di tahun 2022 terkait daya dukung dan daya tampung Danau Toba yang diinisiasi oleh Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara, telah melakukan sosialisasi di hadapan pemerintah pusat, Pemerintah Daerah Provinsi Sumut, pemerintah kabupaten di sekitar Danau Toba serta dinas terkait.
Prof. Ternala menyampaikan, hasil kajian daya dukung Danau Toba yakni sebesar 55.083,16 ton per tahun, daya dukung ini tentu dapat dijalankan dengan mengaplikasikan tata kelola pembangunan yang berkelanjutan, yang meliputi pertumbuhan ekonomi, keberlanjutan sosial, dan keberlanjutan lingkungan.
“Kegiatan budidaya perikanan ini dapat dilakukan dengan syarat mengedepankan tata kelola pembangunan berkelanjutan, di mana aspek ekonomi, sosial dan lingkungan berjalan beriringan. Salah satunya dengan mematuhi zona budidaya ikan KJA sesuai dengan Perpres No. 81/2013,” sebut Prof. Ternala Barus.
Prof. Ternala Barus menambahkan, usaha KJA di lokasi Danau Toba terus berkembang hingga saat ini, dari Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 menunjukkan produksi ikan nila di Danau Toba sebesar 80.941 ton, dengan rata-rata produksi 62 ribu ton per tahunnya, belum termasuk jenis ikan lainnya yang dibudidayakan, menjadikan kontribusi sektor perikanan terhadap produk domestik regional mencapai bruto 21 persen.
Sementara, Prof. Parulian dan Dr. Dahri Tanjung, yang merupakan peneliti dari CARE LPPM IPB menyampaikan hasil kajian CARE IPB pada tahun 2021 yang bekerja sama dengan LPDP, menemukan bahwa kualitas air Danau Toba saat ini dalam status mesotrofik kesuburan air.
Dengan demikian, daya dukung dan daya tampung KJA berkisar 33.830-101.435 ton/tahun dan merekomendasikan dapat naik menjadi sebesar 60.000 ton per tahun.
Hal ini didukung dengan status kesuburan air mesotrofik, maka kegiatan perekonomian dapat dilakukan di Danau Toba seperti kegiatan pariwisata, sumber bahan baku air minum, transportasi air, pertanian, dan perikanan dengan tetap mengedepankan keberlanjutan lingkungan.
Prof. Parulian menambahkan, keberadaan usaha KJA sudah jelas memberikan kesejahteraan bagi masyarakat yang terlibat dan menjadi usaha penopang perekonomian yang dapat bertahan bahkan saat masa pandemi sekalipun.
Kehadiran KJA di Danau Toba mampu memberikan multiplier effects ekonomi yang cukup besar, yaitu mendekati Rp5 triliun/tahun, yang dapat mengurangi ketimpangan sosial ekonomi antar wilayah dan antar kelompok.
Untuk itu para peneliti merekomendasikan revisi SK Gubsu tahun 2017 dilakukan, berdasarkan beberapa hasil penelitian terbaru di atas serta pengelolaan KJA dimasa yang akan datang sebaiknya KJA harus ramah lingkungan (teknologi konservasi), berstandar manajemen budidaya berkelanjutan, dan terintegrasi KJA-Pariwisata berkelanjutan, serta perlunya memiliki izin dalam pengelolaan KJA tersebut. (syahru)
Comments