Rampas Setia 08 Berdaulat Tantang Ketegasan Bupati Tapsel: Segel 11 Izin PHH atau Bencana Akan Terulang
TAPANULI SELATAN
suluhsumatera : Bencana banjir bandang dan tanah longsor yang meluluhlantakkan sejumlah wilayah di Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) dinilai bukan semata akibat faktor alam.
Di balik tragedi yang merenggut korban jiwa dan menghancurkan infrastruktur tersebut, tersimpan dugaan kuat praktik penebangan hutan yang dibiarkan bertahun-tahun.
Pernyataan Bupati Tapsel, Gus Irawan Pasaribu, yang membuka keberadaan 11 izin Penatausahaan Hasil Hutan (PHH) pascabencana, justru memicu gelombang tuntutan publik.
Sebab, aktivitas pemegang izin tersebut disinyalir kuat berkorelasi dengan kerusakan kawasan hutan di Tapsel, khususnya di daerah rawan bencana seperti Batang Toru.
DPD Rampas Setia 08 Berdaulat Kabupaten Tapanuli Selatan menilai pengakuan tersebut seharusnya diikuti tindakan nyata.
Ketua DPD Rampas Setia 08 Berdaulat Tapsel, Erijon Damanik, secara terbuka menantang ketegasan Pemkab Tapsel untuk menghentikan seluruh aktivitas penebangan kayu yang berpotensi memperparah kerusakan lingkungan.
“Kalau benar ada 11 izin PHH yang ikut berkontribusi merusak hutan, maka tidak ada alasan untuk menunda. Bupati harus berani menutup dan menyegel seluruh tempat usaha berikut alat-alatnya,” kata Erijon, Selasa (9/12/2025).
Menurutnya, pembiaran terhadap aktivitas penatausahaan kayu pascabencana bukan hanya tindakan keliru, tetapi juga berpotensi menjadi kejahatan ekologis baru. Ia menegaskan, tanpa langkah tegas, tragedi kemanusiaan akibat bencana alam hanya tinggal menunggu waktu.
“Segel sekarang atau bersiap menghadapi bencana yang lebih besar. Ini bukan sekadar soal izin, tetapi soal nyawa rakyat dan masa depan lingkungan Tapsel,” tegasnya.
Rampas Setia 08 Berdaulat juga mendesak agar Pemkab Tapsel melibatkan aparat penegak hukum dan instansi kehutanan untuk melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh izin PHH yang beroperasi.
Selain itu, mereka menuntut transparansi hasil pemeriksaan kepada publik.
“Jangan sampai masyarakat hanya dijadikan korban, sementara pelaku perusakan hutan terus beroperasi dengan dalih legalitas,” pungkas Erijon.
(Baginda Ali Siregar)


Comments