Komunitas Hatabosi Marancar Tapsel Menuju Kalpataru 2020
TAPANULI SELATAN
suluhsumatera : Komunitas masyarakat yang bermukim di Desa dan Dusun Haunatas, Tangjung Rompa, Bonan Dolok dan Siranap (Komunitas Hatabosi) di Kec. Marancar, Kab. Tapanuli Selatan (Tapsel) yang menyadari "aek do asal mula ni hangoluan" air adalah sumber kehidupan dan air akan terjamin apabila hutan tetap lestari, menjadi salah satu dari 20 nominator yang layak untuk mendapatkan Kalpataru 2020 dari Kementerian LHK.
Hal itu diungkap Bupati Tapsel, H. Syahrul M. Pasaribu, SH sesaat selesainya video conference dengan tim juri Kalpataru 2020 di ruang rapat Kantor Bupati Tapsel, Jalan Prof. Lafran Pane, Sipirok, Jumat (05/06/2020).
Bupati mengatakan, semangat Hatabosi merupakan kearifan lokal yang sudah lebih dari 100 tahun dalam menjaga, melindungi, dan melestarikan hutan yang berada di kawasan Cagar Alam Dolok Sibual-buali dan beririsan dengan ekosistem Batangtoru yang menjadi sumber air bagi kehidupan masyarakat.
Dikatakan, filosofi Hatabosi ini sudah menjadi sumber inspirasi yang tidak hanya di daerah sekitarnya.
Menurutnya, Hatabosi itu sendiri berada di dua desa dan empat dusun yang sekarang ini sudah menjadi percontohan yang tidak hanya di Kec. Marancar, akan tetapi sudah menjadi inspirasi terhadap 14 kecamatan lainnya yang ada di Kab. Tapsel, bahkan juga di Tabagsel seperti Kab. Madina, Kab. Palas, dan Kab. Paluta hingga daerah tetangga, seperti Kab. Taput dan Kab. Tapteng.
Sedangkan secara spesifik wilayah Hatabosi ini semua desanya berada di kawasan Areal Penggunaan Lain (APL), akan tetapi pemotongan pohon-pohon diatur secara ketat, tidak boleh sembarangan.
"Karena ada Peraturan Desa yang mengaturnya dan dari waktu ke waktu kearifan lokal terpelihara baik, sehingga menjadi sangat penting sebagai sumber kehidupan masyarakat Hatabosi," paparnya.
Apalagi kata Syahrul, selama ia memimpin Kab. Tapsel, selalu berupaya untuk selalu melestarikan lingkungan ini.
"Dan dengan semangat Hatabosi ini saya juga selalu berupaya untuk memberikan ketersediaan energi listrik melalui pembangkit listrik tenaga mikro hydro (PLTMH) yang tidak dapat dijangkau PLN baik yang berada di dusun-dusun maupun di kampung-kampung dan di Kab. Tapsel sendiri sudah ada 17 PLTMH yang terbangun, sehingga pelestarian hutan dapat terjamin," katanya.
Disebutkan, dengan lestarinya hutan yang menjadi sumber air dan air menjadi sumber kehidupan dapat terus terjaga. Apa lagi lanjutnya, masyarakat Hatabosi ini selalu menjaga lingkungan dengan istilah Raja Bondar (Penjaga Parit) bersama P3A.
"Karena tiga tahun ini P3A telah dikuatkan untuk mendampingi Raja Bondar yang ada disekitar Hatabosi di bawah pengawasan Dinas PUPR Tapsel," paparnya.
Diutarakan, ini juga tidak hanya di sekitar Hatabosi saja, melainkan sudah menyebar di 14 kecamatan lainnya yang ada di Kab. Tapsel, untuk selalu bersinergi dengan Raja Bondar bersama para petugas yang ada di desa itu.
"Sistem ini digunakan untuk melakukan pengamanan hutan dan menjaga dan merawat sistem irigasi yang ada serta menyelesaikan sengketa pemanfaatan air kepada masyarakat, sehingga dapat mewujudkan tata cara pembagian air yang sederhana, namun mampu menghadirkan keadilan bagi masyarakat," jelasnya.
Disamping itu lanjutnya, kehidupan warga juga sangat kompak dengan selalu mengutamakan gotong royong secara bersama-sama menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar Hatabosi yang meliputi Haunatas, Tanjung Rompa, Bonan Dolok, dan Siranap serta masyarakat sekitarnya.
"Oleh karena itu, sudah selayaknya masyarakat yang telah melakukan penjagaan, pemeliharaan sumber air dan kawasan hutan Sibual-buali yang beririsan dengan ekosistem Batangtoru ini untuk mendapatkan penghargaan Kalpataru," timpalnya.
Dia juga sangat mendukung penuh sikap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang akan memberikan penghargaan, agar ini menjadi contoh terhadap masyarakat lain untuk melakukan perbuatan-perbuatan terpuji dalam menyelamatkan alam semesta dari kepunahan, sehingga kelak dapat diwariskan kepada anak cucu.
Sedangkan Ketua Majelis Wali Amanat USU, Panusunan Pasaribu yang juga Putra Hatabosi Tanjung Rompa mengatakan, ia merupakan salah satu putra yang lahir satu tahun setelah bangsa ini Merdeka di Tanjung Rompa. Pada umur empat tahun dia dibawa orangtuanya ke Padangsidimpuan dan tidak pernah berdomisili di daerah itu.
"Setelah melihat perkembangan disana saya merasa bangga melihat perkembangan yang telah dirintis oleh kakek saya yang membuat sistem irigasi dengan menggunakan kearifan lokal. Jadi saya waktu itu masih ingat saat Ompung saya bercerita, bahwasanya hutan merupakan sumber mata air dan mata air merupakan sumber kehidupan," pungkasnya.
Apalagi kata dia, pada saat itu mereka membangun irigasi seperti terowongan padahal mereka sendiri tidak pernah sekolah akan tetapi mampu untuk membangun irigasi tersebut dan sampai saat ini masih berfungsi untuk mengairi persawahan yang ada di Hatabosi.
Apa lagi lanjut dia, Pemkab Tapsel selalu ikut mensupot dan juga menularkan kebeberapa kecamatan yang mungkin banyak persawahannya.
"Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang menginisiasi untuk mendapatkan Kalpataru dan bagi saya yang sudah pernah berkecimpung di pemerintahan dan juga pernah menjadi Kepala Daerah. Menurut saya bukan Kalpatarunya yang penting akan tetapi bagaimana untuk tetap mempertahankan kearifan lokal ini agar tetap terjaga dan lestari," tandasnya.
Adapun Tim Verifikasi dan Validasi yaitu Dra. Jo Kumala Dewi, MSc, Hasnawir, SHut, MSc, PhD, Dadang Kusbiantoro, SE, Drs. Mardi Effendi, Ir. Latifah Hendarto, MSc, Dra. Vidya Sari Nalang, MSc, drh. Triyaka Lisdiyanta, MSi, Drs. Untung Widyanto, MSi, Ahmad Junaedi, SH, Fitri Novitasari, SSos, MSc, Bona Sapril Sinaga, SHut, Arjun, SE, Nurhayati, ST, MSi, M. Mashuri Alif, SE, Sita Anggreini, SE, Faisal M. Jasin, ST, MSi, Siti Mardian Pramiati, SSi, dan Nurdesri Wahyuningtyas, SE. (baginda)
Comments