Mahasiswa Ingatkan Pemerintah, Mirisnya Kedudukan Anak Diluar Perkawinan
MEDAN
suluhsumatera : Sekarang ini disadari, banyak anak remaja tidak mempunyai filtering (penyaringan) dan juga long thought (pemikiran panjang) terhadap pergaulan bebas serta perkembangan zaman.
Anak-anak remaja masuk dan terjerumus ke dalam lembah hitam seperti seks bebas dan juga hamil sebelum pernikahan yang sah.
Bahkan prilaku hamil di luar pernikahan tersebut seperti sudah menjadi hal biasa dan bukanlah menjadi aib atau hal memalukan lagi.
Pergeseran budaya ini terjadi disebabkan kurangnya modal pemahaman keagamaan yang baik sehingga membuat para remaja hanya memikirkan sesaat tanpa mampu mengarsir mana hal postitif dan mana hal negatif.
Efek samping dari hal buruk tersebut pada dasarnya memberikan dampak negatif kepada anak di luar perkawinan, seperti perkara nasab (hubungan darah), dan berbagai persoalan lain dari hukum keluarga yang ada di Indonesia.
Deniansyah Damanik, Mahasiswa Magister Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menuturkan, Pemerintah Indonesia sudah 47 tahun tidak mengeluarkan Peraturan Pemerintah tentang Ketentuan Anak di luar Perkawinan secara tersendiri (khusus).
“Hal ini bukan tanpa alasan, Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pada Bab IX tentang Kedudukan Anak, Pasal 43 ayat 1 menjelaskan anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Dan Pasal 43 ayat 2 menjelaskan, kedudukan anak tersebut ayat (1) di atas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah, akan tetapi sampai saat ini pemerintah belum juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah tentang kedudukan anak di luar perkawinan,” kata Deniansyah.
Mahasiswa asal Sumatera Utara tersebut lebih jauh menerangkan, memang ada Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, akan tetapi PP No. 9 tahun 1975 tersebut tidak mengatur tentang kedudukan anak di luar perkawinan.
Sehingga sampai sekarang ini pengaturan tentang anak di luar perkawinan masih terseok-seok.
“Belum lagi hal ini disebabkan karena pada Pasal 43 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 masih membahas tentang keperdataannya saja. Sedangkan pada hak-hak anak di luar perkawinan yang harus diberikan dan juga dilindungi sebagai seorang insan manusia belum ada Peraturan Pemerintah yang terukur dan benar-benar terperinci. Ini juga sedikit banyak berpengaruh kepada kepastian hukum sesuai norma agama,” jelasnya.
Meskipun sudah ada Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010 tentang penyelesaian masalah di atas, namun pada kenyataannya putusan tersebut belum dapat berjalan baik (optimal) dan juga belum tepat bagi beberapa kalangan intelektual hukum.
Hal ini dikarenakan pada satu sisi adanya putusan tersebut seolah menjadi jalan keluar, akan tetapi dalam Agama Islam ternyata bertabrakan dengan maqosid asy-syariah.
Bahwa dalam maqosid asy-syariah ada yang namanya hifz nasb (menjaga keturunan), yang mana dalam menjaga keturunan tersebut persoalan nasab sangat penting begitu juga tentang hak-hak yang seharusnya diberikan (wajib) dan mana hak-hak yang tidak sama sekali menjadi kewajiban (tidak wajib).
Karena itu, menurut Deniansyah Damanik, kehadiran pemerintah dalam mengeluarkan regulasi yang sangat tepat dan sesuai asas-asas serta ketentuan maupun norma yang berlaku akan menjadi penghempas dari ketidakpastian hukum serta akan sesuai dengan agama yang kita ikuti.
Sebuah kaidah fikih menyebutkan tasharraf al imam ala roiyah manutun bi al mashlahat kebijakan seorang pemimpin (pemerintah) terhadap rakyatnya harus mempertimbangkan kemashlahatan.
Pemerintah sebaiknya harus dapat melihat persoalan ini secara baik dan seksama. Persoalan ini sebaiknya jangan berlarut-larut dan juga dapat segera diselesaikan.
Kalau perlu pemerintah undang para pakar hukum, akademisi, ulama, dan juga berbagai elemen ataupun Ormas untuk memberikan masukan terhadap regulasi anak di luar kawin secara tepat dan terukur sesuai norma-norma agama yang berlaku.
“Sebagai orang yang belajar Hukum Keluarga di Indonesia keadaan ini tentu sangat memperihatinkan. Tentu saya siap jika dipanggil Pemerintah Indonesia untuk memberikan sumbangsih ide dan gagasan terhadap regulasi anak di luar kawin jika memang hal itu diperlukan,” pungkas Deniansyah Damanik. (hrp)
Comments