Pakar Hukum Ahmad Yusuf Soroti Dugaan Pungli dan Intimidasi Pedagang Bundaran Keris Pekanbaru
PEKANBARU
suluhsumatera : Dugaan pungutan liar (pungli) dan intimidasi terhadap pedagang kecil di kawasan Bundaran Keris, Pekanbaru, menuai sorotan serius.
Pakar hukum publik sekaligus pendiri Law Firm AYLawyers, Ahmad Yusuf, SH, CSH, CMK menegaskan, tindakan tersebut berpotensi masuk ranah pidana.
Kasus ini mencuat setelah laporan masyarakat dan pemuda setempat menyebut adanya pemaksaan pembayaran sebesar Rp400 ribu per lapak. Pedagang yang menolak bahkan diduga mendapat tekanan hingga ajakan berkelahi.
“Jika benar ada pemaksaan pembayaran tanpa dasar hukum yang jelas dan disertai intimidasi, itu bisa dikualifikasikan sebagai tindak pidana, mulai dari pemerasan hingga perbuatan tidak menyenangkan,” tegas Ahmad Yusuf, Jumat (19/9/2025).
Ahmad Yusuf menjelaskan, pungutan yang tidak memiliki dasar dari Peraturan Daerah (Perda), Peraturan Wali Kota, atau Surat Keputusan resmi, berpotensi masuk kategori Pungli sebagaimana diatur dalam Pasal 368 KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 335 KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan.
Kemudian UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), khususnya jika dilakukan oleh oknum aparatur atau pihak yang mengatasnamakan kewenangan publik
“Persoalannya bukan sekadar nominal, tetapi dasar hukum dan cara yang digunakan. Apalagi formulir pungutan itu tidak memakai logo resmi Pemerintah Kota Pekanbaru maupun saksi dari Disperindag. Jika ada unsur intimidasi dan pemaksaan, maka itu jelas pelanggaran hukum,” tambahnya.
Sebagai praktisi hukum, Ahmad Yusuf mendesak Pemko Pekanbaru untuk segera mengambil langkah nyata dengan:
- Menelusuri laporan intimidasi terhadap pedagang
- Mengevaluasi sistem pengelolaan lapak dan koperasi
- Memberikan rasa aman kepada pelaku UMKM agar bisa berdagang tanpa rasa takut
“Pemerintah harus hadir sebelum kondisi sosial memburuk. Rakyat berhak berdagang dengan tenang,” ujarnya.
Pernyataan Ahmad Yusuf sejalan dengan kesaksian Romel, pemuda setempat yang menjadi perwakilan suara pedagang. Ia bahkan menyebut nama-nama korban intimidasi seperti Nugi, Sadiq, Eli, Kak Idel, Bg Putra, Riki Pelor, Anto Musa, Remon, Dika Takoyaki, Ade Ghafur, dan Moci.
“Mereka ditakut-takuti, bahkan diajak berkelahi hanya karena bertanya dasar hukum pungutan Rp400 ribu. Ini jelas keterlaluan,” kata Romel.
Mengakhiri pernyataannya, Ahmad Yusuf menegaskan, hukum harus menjadi pelindung rakyat kecil.
“Jika praktik ini dibiarkan, akan menjadi preseden buruk. Penataan ruang publik tidak boleh dibangun di atas rasa takut. Hukum harus hadir untuk melindungi, bukan membiarkan,” tutupnya. (tim)
Comments