Pengiriman Pekerja Migran Jadi Strategi Ekonomi Berkelanjutan, Tapsel Menuju Transformasi Daerah Mandiri
TAPANULI SELATAN
suluhsumatera : Pengiriman pekerja migran kini bukan sekadar solusi jangka pendek untuk mengurangi angka pengangguran. Lebih dari itu, kebijakan ini dapat menjadi strategi ekonomi daerah yang berkelanjutan jika dikelola secara sistematis dan terukur.
Hal itu disampaikan oleh Pemerhati Ketenagakerjaan Rudy Pribady, SH dalam perbincangan santai namun penuh makna bersama media ini, Kamis (10/10/2025).
Menurutnya, peningkatan ekonomi daerah harus dimulai dari peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang berdaya saing global.
“Kuncinya ada di pelatihan berbasis kompetensi. Melalui Balai Latihan Kerja (BLK), calon tenaga kerja dibekali keterampilan teknis sesuai kebutuhan negara tujuan seperti Malaysia, Singapura, Jepang, dan Korea Selatan. Selain itu, mereka juga dilatih kemampuan bahasa dan pemahaman budaya kerja internasional,” jelas Rudy.
Ia menegaskan, pekerja migran yang diberangkatkan secara resmi akan mendapatkan perlindungan hukum dan kepastian kerja.
“Rata-rata gaji pekerja migran asal Tapanuli Selatan berkisar antara Rp15 juta hingga Rp25 juta per bulan, tergantung sektor dan negara penempatan,” ungkapnya.
Efek Ekonomi yang Langsung Terasa
Secara ekonomi, pengiriman pekerja migran memberikan efek langsung yang terukur terhadap perputaran uang di daerah asal. Rudy memaparkan, jika suatu daerah mampu mengirim 500 pekerja migran dengan pendapatan rata-rata Rp15 juta per bulan, maka akan terjadi perputaran uang sekitar Rp7,5 miliar per bulan atau Rp90 miliar per tahun.
“Dana sebesar itu akan kembali ke daerah melalui konsumsi keluarga, investasi, dan kegiatan sosial-ekonomi lainnya. Inilah yang menjadi denyut ekonomi baru bagi masyarakat daerah,” ujarnya.
Efek Berantai dan Peningkatan Ekonomi Daerah
Rudy menambahkan, dampak sesungguhnya akan terasa dalam jangka menengah hingga panjang. Berdasarkan simulasi ekonomi lokal, apabila daerah secara konsisten mengirim 500 pekerja migran per tahun selama lima tahun, dengan asumsi pertumbuhan pendapatan 3 persen per tahun dan efek pengganda ekonomi (multiplier effect) sebesar 1,8 kali, maka total nilai ekonomi yang berputar di masyarakat dapat mencapai lebih dari Rp540 miliar selama lima tahun.
“Efek berantai ini luar biasa. Uang yang dikirim para pekerja tidak berhenti di tingkat konsumsi rumah tangga, tetapi mengalir ke sektor-sektor produktif seperti UMKM, pertanian modern, perdagangan, dan pembangunan infrastruktur desa. Secara agregat, hal ini mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah hingga 10–12 persen per tahun,” terang Rudy dengan nada optimistis.
Modal Sosial dan Transformasi Masyarakat
Selain aspek ekonomi, pengiriman pekerja migran juga membawa perubahan perilaku sosial dan pola pikir ekonomi masyarakat. Keluarga pekerja migran, kata Rudy, umumnya lebih terbuka terhadap inovasi, berani berinvestasi, serta mulai membangun pola pikir kewirausahaan.
“Pekerja migran tidak hanya membawa uang, tapi juga membawa pengetahuan, kedisiplinan, dan etos kerja global. Ketika mereka kembali, nilai-nilai itu menjadi modal sosial yang mempercepat kemajuan daerah,” ujarnya menegaskan.
Strategi Pembangunan Inklusif
Menutup perbincangan, Rudy Pribady menilai, pengiriman pekerja migran adalah bagian penting dari strategi pembangunan inklusif berbasis masyarakat.
Dengan perencanaan yang matang, pelatihan berkelanjutan, serta dukungan pemerintah daerah, kebijakan ini dapat menjadi instrumen nyata untuk menggerakkan ekonomi daerah secara berkelanjutan dan berkeadilan.
“Jika kebijakan pengiriman pekerja migran dijalankan secara konsisten, terukur, dan manusiawi, maka dalam lima tahun ke depan, Tapanuli Selatan tidak hanya dikenal sebagai daerah pengirim tenaga kerja, tetapi juga sebagai contoh sukses transformasi ekonomi berbasis sumber daya manusia,” pungkas Rudy Pribady, SH.
(baginda)
Comments